Mataram – Lebaran Topat yang sejatinya mengandung dimensi spiritual, kultural dan dimensi tradisional, haruslah dijaga sebagai salah satu warisan budaya dan tradisi, dilestarikan untuk terus
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Mataram, H Mohan Roliskana, dalam momentum perayaan Lebaran Topat pada Rabu (17/04/24), di Pemakaman Bintaro Kecamatan Ampenan. “Tradisi Lebaran Topat ini memiliki kedalaman makna spiritual dan kearifan lokal yang harus dijaga,
dan dilestarikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi yang telah turun-temurun ini membawa nilai-nilai luhur yang mengajarkan kebaikan dan kebersamaan,” tuturnya dengan syahdu.
Lebih lanjut beliau memaparkan, melalui tema Hikayat Topat Mentaram, perayaan Lebaran Topat juga merupakan momen untuk mengenang perjuangan para ulama dalam menyebarkan agama Islam di
Pulau Lombok. Untuk itu ditekankan pentingnya menjaga keutuhan dan konsistensi dalam menjalankan ajaran Islam, serta memegang teguh nilai-nilai keislaman dalam kehidupan.
“Kehadiran kita di sini adalah sebuah amanah untuk merawat dan meneruskan tradisi, serta mengambil hikmah dan pelajaran dari kearifan lokal yang telah diturunkan secara turun-temurun,”
tambahnya. Pemerintah Kota Mataram mengoptimalkan pelaksanaan perayaan lebaran topat sebagai salah satu
upaya mempertahankan nilai nilai budaya religi, dirayakan dengan penuh kegembiraan dipusatkan di dua lokasi berbeda, yaitu Pemakaman Bintaro, Kecamatan Ampenan yang dihadiri oleh Wali Kota Mataram, H. Mohan Roliskana, sementara Makam Loang Baloq, Kecamatan Sekarbela dihadiri Wakil
Wali Kota Mataram, TGH Mujiburrahman. Momentum perayaan ini dapat dijadikan sebagai ajang promosi pariwisata.
Menurut Wakil Wali Kota Mataram, TGH Mujiburrahman, lebaran topat juga merupakan sebuah momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan rasa memiliki akan warisan
budaya yang dijunjung tinggi. Lebaran Topat tidak hanya menjadi bagian dari identitas Masyarakat Lombok khususnya Kota Mataram, tetapi juga menjadi aset budaya yang berharga bagi Kota Mataram. “Lebaran selain bisa dimaknai sebagai momentum melebur dosa, juga dimaknai sebagai sarana untuk
merajut kembali tali silaturahmi, mempererat rasa persaudaraan, dan memperkuat Ukhuwah Islamiyah. Untuk itu dalam kesempatan yang baik ini saya mengajak kita semua untuk menikmati
setiap momen dalam perayaan ini dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan.” Ungkap Wakil Wali Kota dalam sambutannya di perayaan lebaran topat yang berlangsung di pemakaman Loang Baloq, sekarbela, Mataram.
Lebaran Topat, ketupat dimaknai sebagai lambang nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani. Anyaman daun kelapa yang membungkus ketupat dimaknai sebagai lambang kompleksitas masyarakat yang harus diikat dengan tali silaturahmi. Bentuk jajar genjang dari ketupat dimaknai sebagai arah kiblat atau mata angin. Beras yang menjadi
bahan pokok utama dalam ketupat menggambarkan nafsu birahi manusia. Dengan demikian, lebaran
topat, yang pada dasarnya adalah sebuah ‘lebaran kecil’ setelah umat muslim selesai menunaikan
puasa sunnah bulan Syawal, yaitu puasa selama 6 hari berturut-turut setelah hari Idul Fitri, bisa dimaknai sebagai keberhasilan umat muslim dalam menjaga nafsu duniawinya. Tradisi Lebaran Topat Mentaram tahun ini juga menjadi titik temu untuk memperkuat rasa kebersamaan, dan kebanggaan akan warisan budaya Kota Mataram. Rangkaian kegiatan yang berlangsung di dua tempat, yaitu makam Bintaro dan Loang Baloq, diawali dengan ziarah makam,
dilanjutkan dengan ngurisan, kemudian pemotongan Topat Agung, serta pemukulan bedug sebagai
simbol perayaan lebaran topat, dan terakhir begibung atau makan bersama.(TK Diskominfo)