Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Nata de Coco Indonesia (GAPNI) mencatat adanya potensi devisa negara yang hilang senilai US$5,25 miliar atau setara Rp79,36 triliun (kurs Rp15.116 per dolar AS).
Ketua GAPNI Derri Kusuma menyampaikan hal tersebut akibat terbuangya air kelapa secara sia-sia dalam proses pengolahan kopra atau daging buah kelapa yang dikeringkan.
Pasalnya, sekitar 52,34% pemanfaatan kelapa sejauh ini dalam bentuk kopra yang bertujuan dalam pembuatan minyak kelapa. Di mana hanya daging dan tempurung yang dimanfaatkan dalam proses tersebut. Alhasil, sebanyak 3,68 juta ton air kelapa atau setara dengan US$5,25 miliar terbuang begitu saja.
“Ada 3,68 juta ton air kelapa dibuang, bisa hasilkan devisa US$5,25 miliar. Sangat besar nilainya,” ungkapnya dalam Peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045 di kantor Bappenas, Senin (30/9/2024).
Derri menyoroti masih luasnya pasar nonmakanan dari produk turunan kelapa yang belum tergarap secara maksimal di Indonesia. Selama ini, pemanfaatan kelapa hanya fokus pada makanan, seperti minyak dan nata de coco.
Di sisi yang lain, negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam, telah mengembangkan kelapa menjadi produk turunan seperti masker wajah hingga jaket.
“Harapan kami, ada kerja sama mengembangkan produk non-food,” lanjut Derri.
Ke depan menuju hilirisasi kelapa, Derri melihat masih adanya berbagai tantangan. Mulai dari sumber air kelapa banyak terdapat di daerah dan di pulau-pulau sehingga sumber tenaga kerja masih sangat sulit.
Berbeda dengan Pulau Jawa, di mana tenaga kerja melimpah, sementara bahan baku justru minim. Selain itu, teknologi yang belum maksimal, karena kebanyakan industri pengolahan air kelapa masih didominasi oleh industri rumah tangga.