Isu publik terkait naiknya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tengah banyak diperbincangkan belakangan ini. Isu ini mencuat lantaran akan diterapkannya opsen PKB mulai tanggal 5 Januari 2025.
Lalu benarkah isu ini? Dan bagaimana penerapannya di Provinsi Nusa Tenggara Barat?
Kepala Bappenda Provinsi NTB, Hj. Eva Dewiyani, menjelaskan bahwa Opsen PKB dan Opsen BBNKB memang akan diberlakukan. Namun hal ini tidak serta merta menjadikan nilai PKB dari kendaraan menjadi naik.
Menurut penjelasannya, opsen merupakan tambahan atas pokok pajak. Dalam hal PKB, opsen yang diberlakukan sebesar 66 persen dari pokok pajak terhutang. Akan tetapi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengamanatkan agar tambahan opsen ini agar tidak menjadi beban masyarakat.
“Untuk itu, kita Provinsi NTB telah menurunkan tarif pajak kendaraan, yang awalnya 1,7 persen kini menjadi 1,025 persen dari nilai jual kendaraan bermotor. Dengan adanya penurunan ini maka tambahan atas opsen PKB tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak,” terang Hj. Eva.
Lanjutnya, Opsen ini sebenarnya adalah untuk memperkuat keuangan pemerintah kabupaten/kota. Dari yang awalnya dengan pola dana bagi hasil dari Pemprov NTB ke kabupaten/kota setiap triwulan, kini langsung di split ke RKUD masing-masing pemerintah daerah berdasarkan potensi kendaraan yang ada di wilayah masing-masing.
“Jadi tidak ada kenaikan pajak kendaraan sama sekali. Jumlah pembayarannya relatif sama menyesuaikan dengan NJKB,” tegas Kepala Bappenda Provinsi NTB.
Sementara untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan baru tarifnya juga turun menjadi 9 persen dari semula 15 persen. Sedangkan untuk kendaraan yang berpindah tangan kedua karena jual beli, hibah dan yang semisalnya dibebaskan dari BBNKB.
“Semoga dengan adanya penghapusan BBNKB kepemilikan kedua dan seterusnya bisa meringankan masyarakat untuk dapat melakukan balik nama kendaraan”, tutup Hj. Eva. (Irf/Bappendantb)