
Penulis: Andi Pramaria – Widyaiswara Ahli Utama Balatkop UKM NTB.
UMKM: Urat Nadi Ekonomi Rakyat
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai urat nadi ekonomi Indonesia. Data Nasional menunjukkan UMKM menyumbang lebih dari 61% atau setara ± Rp. 9.500 trilyun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja atau setara 117 juta tenaga kerja (KemenkopUKM, 2022). Angka itu bukan hanya statistik, melainkan bukti bahwa UMKM adalah aktor utama dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Dalam situasi yang terbaik, seandainya tanpa UMKM maka akan terjadi pengangguran sebanyak 117 juta dan kehilangan sumbangan PDB sebesar Rp9.500 trilyun. Akibatnya perekonomian nasional, benar-benar akan mengalami kesulitan.
Di tingkat daerah, peran UMKM bahkan lebih terasa, karena usaha besar sangat sedikit. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), UMKM menjadi penopang utama perekonomian daerah. Meski kerap menghadapi keterbatasan modal, akses pasar, dan kapasitas sumber daya manusia, namun UMKM tetap tumbuh dan menjadi benteng perekonomian terutama pada saat krisis, mulai dari gempa bumi 2018 hingga pandemi Covid-19.
Kontribusi Nyata UMKM NTB
Berdasarkan data SIDT 2024, jumlah UMKM di NTB mencapai sekitar 324 ribu unit usaha. Yang menarik adalah lebih dari 99% di antaranya adalah usaha mikro, sementara usaha kecil dan menengah kurang dari 1%. Walaupun skala usahanya kecil, kontribusi mereka terhadap perekonomian tidak bisa diabaikan. Dengan jumlah usaha mikro yang besar, maka jika diakumulasikan akan menjadi besar pula.
Sumbangan terhadap PDRB: sekitar 7–15% dari total PDRB NTB.
Penyerapan tenaga kerja: sekitar 23% atau setara ±650.000 penduduk bekerja di sektor UMKM.
Terdapat 5 dominasi usaha UMKM yaitu olahan makanan, tenun, fasyen, Mutiara dan kerajinan ketak.
Dengan kondisi itu, UMKM bukan sekadar “pelengkap” ekonomi daerah, melainkan pilar penopang yang menjaga perputaran ekonomi masyarakat.
Ketangguhan di Masa Krisis
Salah satu bukti nyata kekuatan UMKM terlihat saat NTB dilanda krisis.
Pasca gempa bumi 2018, UMKM lokal bangkit dengan cepat, memanfaatkan sumber daya sekitar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Di masa pandemi Covid-19, ketika banyak usaha besar gulung tikar, UMKM justru menunjukkan fleksibilitas. Banyak yang beralih ke usaha masker kain, frozen food, hingga jasa titip (jastip).
Sifat lentur dan adaptif inilah yang membuat UMKM disebut sebagai tulang punggung ekonomi rakyat. Mereka mampu bertahan ketika usaha besar ambruk, dan justru menjadi garda depan dalam pemulihan ekonomi.
Potensi Lokal yang Luas
NTB memiliki kekayaan sumber daya alam dan budaya yang luar biasa:
Pertanian: beras, jagung, tembakau, dan hortikultura.
Perikanan: tangkapan laut dan budidaya.
Pariwisata: destinasi unggulan seperti Mandalika, Gili, dan wisata budaya.
Industri kreatif: tenun ikat, kerajinan mutiara, kuliner lokal.
Sayangnya, sebagian besar potensi ini masih dijual dalam bentuk mentah. Di sinilah UMKM berperan penting: mengolah produk primer menjadi bernilai tambah. Jagung bisa diolah menjadi pakan ternak, ikan bisa dikemas jadi produk beku, tenun bisa dipasarkan sebagai fesyen modern. Jika UMKM diberdayakan untuk hilirisasi, maka nilai tambah bagi ekonomi NTB akan meningkat signifikan.
Tantangan yang Masih Menghadang
Meski punya potensi besar, UMKM NTB masih menghadapi sejumlah tantangan:
Akses permodalan terbatas, tidak semua pelaku UMKM mampu mengakses permodalan karena tidak mampu memenuhi syarat pinjaman formal.
Kapasitas SDM rendah, mayoritas pelaku UMKM berpendidikan menengah ke bawah, sehingga untuk menjadikan UMKM yang berdaya saing diperlukan peningkatan kapasitas SDM.
Produktivitas dan inovasi terbatas, penggunaan teknologi yang masih sederhana menyebabkan produktivitas SDM juga masih rendah.
Ketimpangan manfaat ekonomi, usaha besar lebih banyak menikmati pertumbuhan karena kekuatan modal yang cenderung akan memperlebar jurang pendapatan.
Tantangan ini harus diatasi dengan intervensi pemerintah, pendampingan, serta kolaborasi dengan lembaga seperti koperasi.
Kebijakan Pemerintah dan Dukungan Digital
Pemerintah Provinsi NTB sebenarnya cukup progresif dalam mendukung UMKM. Program NTBMall (online dan offline), Peraturan Gubernur tentang Bela dan Beli Produk Lokal, serta dukungan pada Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang yang melibatkan lebih dari 6.000 UMKM saat pandemi, adalah contoh nyata keberpihakan pemerintah. Even-event yang berlangsung di NTB juga melibatkan UMKM sehingga produk akan dikenal dan dipasarkan.
Selain itu, era digital membuka jalan baru bagi UMKM NTB untuk masuk ke pasar nasional bahkan global. Platform e-commerce, media sosial, hingga fintech bisa menjadi jembatan pemasaran dan pembiayaan jika dioptimalkan. Sayangnya, platform dan media soaial banyak yang belum dimanfaatkan.
Mengapa UMKM adalah Penopang Ekonomi Daerah?
Ada beberapa alasan utama mengapa UMKM layak disebut penopang ekonomi NTB:
Jumlahnya masif : hampir semua rumah tangga punya keterlibatan dengan UMKM.
Menyerap tenaga kerja lokal : solusi nyata untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Fleksibel di masa krisis : mampu bertahan saat usaha besar tumbang.
Berbasis potensi lokal : menggerakkan ekonomi dari bawah.
Meningkatkan pemerataan ekonomi : mendekatkan peluang usaha ke masyarakat kecil.
Dengan alasan ini, sulit membayangkan ekonomi NTB bisa tumbuh tanpa peran UMKM. Industri besar dalam jumlah sedikit tidak mampu menyerap ketersediaan tenaga kerja yang banyak dan kontribusi perekonomian yang d
Penutup
UMKM bukan sekadar “usaha kecil” yang hidup di pinggir jalan. Di NTB, UMKM adalah penjaga ekonomi rakyat, penyerap tenaga kerja, dan penggerak pembangunan daerah. Namun, agar UMKM benar-benar menjadi penopang utama, mereka perlu naik kelas. Bukan hanya dibekali modal, tetapi juga didampingi dalam manajemen, teknologi, dan pemasaran. Di sinilah sinergi dengan pemerintah daerah, koperasi, dan masyarakat menjadi kunci.
Jika UMKM NTB mampu mengolah potensi lokal dengan dukungan ekosistem yang tepat, maka NTB tidak hanya dikenal sebagai daerah wisata, tetapi juga sebagai lumbung UM