Taman Sandik yang terletak di desa sandik, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB, dulu merupakan area yang selalu aktif. Setiap sore hingga malam, tempat itu dipenuhi oleh anak-anak muda yang berkumpul, orang tua yang membawa anak mereka untuk bermain, serta para pedagang kecil yang menjual dagangannya. Suasananya sangat ramai dan akrab. Terutama saat bulan Ramadan, taman ini hampir tidak pernah sepi. Banyak anak muda datang hanya untuk bersantai, dan orang tua berbelanja baju dan sandal untuk lebaran. Lokasi ini menjadi salah satu pusat kegiatan masyarakat setempat.
Malam minggu menjadi waktu yang paling ramai. Lampu-lampu taman menerangi kawasan tersebut, sementara pedagang berbaris rapi, dan orang-orang datang dari berbagai penjuru. Pada saat itu, Taman Sandik tidak hanya berfungsi sebagai tempat bermain, tetapi juga sebagai tempat untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Aktivitas ekonomi kecil turut berkembang di sini. Para pedagang sangat berharap pada keramaian yang ada di taman ini.
Namun, segalanya berubah pasca pandemi Covid-19. Perlahan, taman ini mulai kehilangan pengunjung. Warga tidak lagi datang seperti sebelumnya. Saat ini, taman hanya terlihat ramai pada hari kerja karena adanya aktivitas sekolah TK di dalam area taman. Ketika anak-anak pulang, suasana langsung menjadi sepi. Banyak bangku yang kosong, dan hampir tidak ada aktivitas warga yang terlihat.
Para pedagang yang paling merasakan dampak dari situasi ini. Mereka yang sudah berjualan sejak awal pembentukan taman ini masih bertahan hingga sekarang. Pilihan mereka tidak terlalu banyak karena tempat ini adalah sumber nafkah utama bagi mereka. Meskipun pengunjung sepi, mereka tetap datang setiap hari dengan harapan ada yang membeli dagangan mereka.
Perhatian dari pihak berwenang menjadi tanda tanya. Sebuah taman seharusnya tidak hanya dibangun, lalu dibiarkan begitu saja. Ketika ruang publik mulai sepi dan tidak terurus, masyarakat bisa merasa diabaikan. Yang diharapkan warga sebenarnya cukup sederhana: adanya kegiatan rutin, acara, dan dukungan agar tempat ini bisa kembali hidup seperti dahulu.
Di balik kondisi ini, terdapat rasa menunggu yang berkembang di kalangan masyarakat. Warga berharap akan ada langkah nyata untuk menghidupkan kembali tempat ini. Itu bukan hal yang sulit, cukup dengan melakukan aktivitas kecil, menyediakan ruang bagi anak muda untuk berkarya, atau mengadakan acara yang dapat menarik pengunjung kembali.
Saat ini, Taman Sandik masih ada. Namun, apa yang hilang adalah keramaian yang membuatnya berarti. Banyak warga masih berharap alat ini dapat kembali menjadi tempat berkumpul, bermain, serta mencari nafkah. Tidak sekadar taman, tetapi sebuah ruang yang benar-benar ada untuk masyarakat.
Penulis: Hana Safitri Mahasiswi Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Mataram
