
Jakarta – Ali bin Abi Thalib RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga merupakan sepupunya. Ia lahir di Makkah pada 13 Rajab tahun ke-32 dari kelahiran Rasulullah SAW. Beberapa sumber menyebut Ali lahir pada 21 tahun sebelum hijriah.
Ibu Ali bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf, sementara ayahnya merupakan paman Rasulullah SAW yang bernama Abu Thalib bin Abdul Muthalib bi Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay.
Dikisahkan dalam buku Akidah Akhlak oleh Masan AF, Ali bin Abi Thalib RA sudah tinggal bersama Rasulullah SAW sejak umurnya 6 tahun. Oleh karena itu, sifat-sifat yang dimiliki Ali diteladani dari sang nabi.
Ali bin Abi Thalib RA juga dikenal sebagai sosok yang cerdas. Setiap Khalifah Umar bin Khattab RA, Khalifah Abu Bakar As Shiddiq RA dan Khalifah Utsman bin Affan RA mengalami masalah yang sulit, mereka selalu datang kepada Ali untuk memecahkannya.
Ali bin Abi Thalib RA menjabat sebagai khalifah selama 5 tahun. Kisah wafatnya sebagai khalifah juga cukup tragis.
Menurut buku Kisah 10 Pahlawan Surga karya Abu Zaein, setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan RA, banyak fitnah di kalangan umat Islam. Ini menyebabkan masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA cukup sulit.
Banyak yang menyebarkan berita bohong dan mengatakan seharusnya yang menjadi khalifah semasa peninggalan Utsman bin Affan RA adalah Mu’awiyah, bukan Ali bin Abi Thalib RA. Orang yang menyebarkan fitnah itu adalah Abdurrahman Amru atau Ibnu Muljam, Alburak bin Abdullah Attamimi, dan Ambru bin Bakar Attamimi.
Waktu itu, Ibnu Muljam pergi menuju Kufah untuk menjalankan rencana keji. Ia membawa pedang sambil pergi ke masjid untuk sholat Subuh. Pedang itu akan ia gunakan untuk melukai Ali bin Abi Thalib RA yang juga melaksanakan sholat Subuh di sana.
Menukil dari buku 150 Kisah Ali bin Abi Thalib yang ditulis oleh Ahmad Abdul ‘Al Al-Thahthawi, Muhammad ibn Al Hanafiyyah menuturkan,
“Tiba-tiba aku melihat kilatan cahaya dan mendengar seseorang berkata, ‘Hukum hanya milik Allah, bukan milikmu, wahai Ali, bukan pula milik sahabat-sahabatmu!’ Aku melihat pedang, lalu disusul pedang kedua. Aku mendengar Ali berteriak, ‘Tangkap orang itu!’ Orang-orang pun mengepungnya dari segala penjuru,”
Setelah Ibnu Muljam diringkus, orang-orang datang menemui Hasan dengan panik. Mereka membawa Ibnu Muljam dengan tangan yang diborgol.
Tiba-tiba Ummu Kultsum binti Ali berteriak sambil menangis seraya berkata, “Wahai musuh Allah, ayahku pasti akan baik-baik saja dan Allah akan menghinakanmu,”
Ibnu Muljam lalu menyahut, “Lalu, untuk siapa kau menangis?! Demi Allah, aku membeli pedang itu seharga seribu, lalu aku bubuhi racun seharga seribu juga. Seandainya tebasan itu mengenai seluruh penduduk kota ini, niscaya mereka akan mati semua!”
Usai peristiwa tragis itu, Abdullah ibn Malik mengatakan para tabib dikumpulkan untuk mengobati luka Ali. Ketika itu, Atsir ibn ‘Amr Al-Sukuni sebagai tabib yang paling hebat dan berasal dari Kirsi, memeriksa kondisi Ali bin Abi Thalib.
Atsir meminta paru-paru kambing yang masih hangat untuk diambil uratnya, lalu diletakkan pada luka yang diderita Ali. Atsir kemudian meniup urat itu dan mengeluarkannya dari luka Ali.
Atsir menemukan bahwa ternyata luka Ali telah sampai pada bagian otak. Dengan demikian, nyawa Ali tidak dapat tertolong. Ali bin Abi Thalib RA wafat 17 Ramadhan tahun 40 Hijriah.
https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-7920175/ali-bin-abi-thalib-wafat-usai-ditikam-pada-waktu-subuh-ini-kisahnya.