
Mataram, — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menggelar Bincang Kamisan yang pekan ini masuk edisi ke-9 dengan tema reflektif “Banjir Datang Lagi, Ada Apa?” sebagai respon atas banjir yang terjadi yang melanda kota Mataram akhir pekan kemarin.
Penjelasan awal dari Forecaster BMKG ZAM, Ari Wibianto, menjelaskan bahwa NTB saat ini sedang mengalami kemarau basah, kondisi cuaca di mana curah hujan tetap terjadi meski berada dalam masa kemarau. Ia menyebut anomali suhu muka laut yang hangat dan kelembapan udara yang tinggi di wilayah NTB menyebabkan terbentuknya awan-awan hujan.
“Curah hujan yang terjadi saat banjir kemarin mencapai 111 milimeter, yang masuk dalam kategori hujan lebat. Kami juga memprakirakan bahwa dalam beberapa hari ke depan masih ada potensi hujan, jadi masyarakat perlu tetap waspada,” jelas Ari di Command Centre Pusat Layanan Digital, Kamis, 10/07/2025.
Dari sisi penanganan sosial, Kabid Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos NTB Sulaiman menyampaikan bahwa ada sekitar 34.000 warga terdampak banjir di Kota Mataram. Pada malam kejadian, fokus utama adalah evakuasi warga rentan, terutama lansia, dan keesokan harinya langsung membentuk dapur umum.
“Di hari pertama, kami memproduksi 1000 porsi. Dalam total dua hari, kerjasama Kota Mataram dan Pemrov kami memproduksi dan mendistribusikan 8.000 paket nasi untuk warga terdampak, serta mendistribusikan selimut, kasur, dan kebutuhan dasar lainnya,” ujarnya.
Dirinya juga menambahkan Dinsos juga membuka layanan aduan cepat tanggap untuk menangani keluhan masyarakat secara langsung.
Kabid SDA Dinas PUPR NTB, Lalu Kusuma Wijaya, memaparkan bahwa banjir yang terjadi bukan hanya soal curah hujan, tetapi karena penurunan kapasitas sungai akibat sedimentasi dan sampah.
“Sungai-sungai kita mengalami pendangkalan. Dari yang awalnya sedalam 5 meter, kini hanya 3 meter. Ditambah lagi tumpukan sampah yang tersebar di saluran, tanah kosong, bahkan badan sungai. Ini turut menyumbat aliran air,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penyempitan badan sungai baik yang terjadi secara alami maupun disengaja karena pembangunan. Solusi ke depan adalah penataan menyeluruh mulai dari hulu ke hilir, melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
Kalak BPBD NTB, Ir. Ahmadi menegaskan bahwa penyebab banjir sangat kompleks dan multidimensi, mulai dari faktor alam, infrastruktur, budaya masyarakat, hingga kerusakan hutan (deforestasi).
“Kalau mau solusi permanen, ya harus tegas menegakkan aturan. Bangunan yang berdiri di badan sungai harus dibongkar. Itu memang ekstrim, tapi lebih efektif daripada solusi tambal sulam,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pembenahan budaya masyarakat juga penting, terutama kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga fungsi alami sungai.
Bincang Kamisan edisi ke-9 menjadi forum reflektif bahwa banjir adalah alarm lingkungan dan sosial yang harus dijawab dengan aksi nyata. Pemprov NTB menegaskan bahwa banjir tidak bisa sepenuhnya dicegah, namun dampaknya bisa diminimalkan jika semua pihak, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha bergerak bersama menjaga lingkungan, mematuhi aturan tata ruang, dan berhenti merusak alam.
“Mari jadikan banjir kemarin sebagai pelajaran penting. Cintai sungai, jaga lingkungan, dan hentikan budaya buang sampah sembarangan. Ini rumah kita bersama, NTB,” demikian penegasan moderator menutup diskusi. (pnd/opk/Kominfotikntb)