
Herianto (Bendahara LPNU NTB)
Mataram — Perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB) terkontraksi -0,82% pada triwulan II 2025, menempatkan NTB di peringkat 37 dari 38 provinsi. Data rilis BPS yang menempatkan Maluku Utara tumbuh 32,09% dan Sulawesi Tengah 7,95% memantik sorotan tajam dari Herianto, Bendahara Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) NTB. Ia menilai kontraksi NTB tak hanya disebabkan faktor eksternal, tetapi juga struktur ritel yang kian timpang di hilir ekonomi daerah. (Sumber: BPS, Q2 2025 tertera pada infografik)
“Pemprov NTB harus segera menerapkan rem kebijakan pada ekspansi ritel modern berjaringan. Tanpa pembenahan, warung rakyat, kios pasar, dan pelaku UMKM akan terus terpinggirkan. Kontraksi -0,82% adalah alarm kebijakan,” kata Herianto saat dimintai pandangan, Kamis, 25 September 2025.
Pola Persaingan yang Membebani Ekonomi Lokal
Menurut Herianto, masuknya jaringan minimarket yang masif di koridor permukiman dan dekat pasar tradisional “menggerus omzet pelaku mikro melalui persaingan harga, jam buka panjang, dan kekuatan pasokan.”
Di saat bersamaan, kue belanja rumah tangga bocor ke rantai pasok luar daerah karena sebagian besar produk di minimarket bukan produksi lokal.
“Leakage ekonomi membuat uang belanja warga tak banyak berputar di desa/kelurahan. Dampaknya berantai: penyerapan tenaga kerja lokal rendah, margin UMKM menyusut, hingga daya beli wilayah melemah ini ikut menekan pertumbuhan,” ujarnya.
Rekomendasi Kebijakan: Campuran Rem & Gas
Herianto menekankan solusi tak cukup berupa seruan moral. Ia mengajukan paket kebijakan “Rem Ekspansi – Gas UMKM” yang, menurutnya, bisa dieksekusi lewat regulasi provinsi/kabupaten:
1.Moratorium Izin Baru di Zona Jenuh
Hentikan sementara penerbitan izin ritel berjejaring pada radius tertentu dari pasar tradisional, sekolah, dan kantong UMKM.
2.Zonasi & Jarak Minimum
Tetapkan batas jarak antarmodern retail serta larangan berdiri dalam radius tertentu (misalnya 800 m–1 km) dari pasar tradisional/UMKM cluster.
3.Kewajiban Kemitraan & Etalase Lokal
Wajibkan minimarket menyerap produk UMKM NTB dengan kuota etalase (shelf space) dan SOP pembayaran yang adil.
4.Jam Operasional & Perlindungan Pasar Tradisional
Atur jam operasional di zona tertentu agar pasar rakyat tetap punya keunggulan waktu transaksi (subuh–pagi untuk kebutuhan segar).
5.Insentif ‘Gas UMKM’
•Pembiayaan murah (KUR plus pendampingan) untuk modernisasi warung.
•Program digitalisasi pasar: katalog online, layanan antar berbasis komunitas.
•Pengadaan pemerintah pro-UMKM: target belanja produk lokal yang terukur.
6.Task Force Pengawasan Perizinan
Bentuk satgas lintas dinas (Perdagangan, PTSP, KUKM, Disnaker) untuk audit izin, kepatuhan zonasi, tingkat TKDN/pasokan lokal, dan kemitraan.
7.Dampak Sosial-Ekonomi sebagai Syarat Izin
Setiap pengajuan gerai baru wajib menyertakan Studi Dampak Lingkungan Sosial-Ekonomi: proyeksi serapan kerja lokal, omzet UMKM terdampak, hingga komitmen kemitraan produk daerah.
Mengapa Mendesak?
Herianto menautkan paket kebijakan ini langsung pada angka kontraksi.
“Q2-2025 minus 0,82% menunjukkan permintaan domestik di NTB tak cukup kuat menopang pertumbuhan. Ketika hilir perdagangan tidak inklusif, multiplier effect mengecil. Menjaga keseimbangan pasar modern tradisional adalah prasyarat pemulihan,” tegasnya.
Ia juga mendorong rapat kerja terbuka antara Pemprov, pemda kabupaten/kota, asosiasi ritel, dan perwakilan pedagang dengan target 90 hari: peta jenuh terbit, draf regulasi zonasi/kemitraan masuk konsultasi publik, dan pilot project etalase UMKM di 100 gerai pertama.
Ukur Hasilnya, Bukan Hanya Niatnya
Agar tak berhenti pada wacana, Herianto menyarankan indikator kinerja utama (IKU) yang dipantau per kuartal:
•Porsi produk UMKM NTB di jaringan minimarket (%) dan nominalnya.
•Jumlah gerai baru di zona non-jenuh vs. penolakan izin di zona jenuh.
•Perubahan omzet pasar tradisional dan warung (sampling panel).
•Serapan tenaga kerja lokal di gerai ritel (%).
•Pertumbuhan PDRB perdagangan dan pemulihan konsumsi rumah tangga.
“Kalau lima indikator itu bergerak, angka pertumbuhan akan ikut pulih. Tujuannya bukan anti-investasi, melainkan menata ekosistem supaya adil investor tumbuh, rakyat kecil hidup,” pungkasnya.