Skip to content
Kampung Media
Kampung Media

Kampung Media

penghargaan-kampung-media
Primary Menu
  • Inspirasi Kampung
  • Kuliner Kampung
  • Wisata Kampung
  • Otomotif
  • Budaya
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Pendidikan
  • Pemerintahan
  • Sosial Keagamaan
  • Indeks

Media Sosial dan Spiral of Silence di Tengah Politik Identitas yang Mengeras

Lalu Rosmawan December 9, 2025
WhatsApp Image 2025-12-09 at 20.44.43

Dalam beberapa bulan terakhir, perdebatan soal reformasi subsidi energi dan kebijakan transisi kendaraan listrik kembali memanas. Pemerintah mengklaim langkah ini sebagai bagian dari strategi pembangunan hijau dan efisiensi fiskal. Namun di ruang publik, narasi yang muncul jauh lebih bising dan terpecah. Media arus utama berupaya menjaga keseimbangan, menyoroti manfaat ekonomi jangka panjang, tapi juga mengangkat risiko sosial, seperti kenaikan harga dan ketimpangan akses energi. Sementara itu, di media sosial, isu ini berubah menjadi arena pertarungan ideologis yang sarat emosi dan identitas.

Di platform seperti X (Twitter), TikTok, dan Facebook, framing yang muncul bukan lagi tentang desain kebijakan, melainkan tentang siapa yang diuntungkan. Kelompok pro pemerintah menyebut reformasi subsidi sebagai bukti keberanian politik dan langkah progresif menuju ekonomi hijau. Sebaliknya, kelompok penentang menuduh kebijakan ini sebagai bentuk ketidak adilan ekonomi yang menekan rakyat kecil. Diskursus publik pun terjebak dalam logika “pro pemerintah” versus “anti rakyat”, tanpa ruang bagi perdebatan berbasis data.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana spiral of silence (Noelle Neumann, 1974) bekerja dalam konteks digital. Ketika opini mayoritas atau yang tampak dominan di media sosial mendominasi percakapan, banyak pengguna memilih diam agar tidak diserang atau dikucilkan. Mereka yang memiliki pandangan berbeda, terutama yang moderat atau analitis, lebih memilih menahan diri daripada menjadi sasaran cyberbullying atau cancel culture. Akibatnya, ruang publik digital dipenuhi gema dari dua kutub yang saling memperkuat, sementara suara rasional tenggelam di tengah kebisingan algoritma.

Di era politik identitas yang mengeras, media sosial bukan lagi sekadar alat komunikasi, tetapi juga simbol afiliasi. Like, repost, dan komentar tidak lagi dibaca sebagai opini pribadi, melainkan penanda keberpihakan. Inilah yang membuat tekanan sosial di ruang digital begitu kuat. Seseorang yang mencoba netral sering dianggap tidak loyal, dan yang kritis dianggap berseberangan. Padahal, dalam demokrasi yang sehat, perbedaan pandangan seharusnya menjadi sumber refleksi, bukan alasan untuk membungkam.

Masalahnya, spiral of silence yang berakar di dunia digital punya efek nyata terhadap kualitas kebijakan publik. Ketika publik takut berbicara, ruang deliberasi menyempit. Pemerintah kehilangan masukan substantif dari warga yang sebenarnya punya perspektif penting. Media pun ikut terpengaruh, karena tekanan popularitas di media sosial mendorong mereka untuk menyesuaikan narasi agar tetap relevan dengan arus dominan. Pada akhirnya, yang muncul bukanlah diskursus publik yang sehat, melainkan arus opini yang dikendalikan oleh logika viralitas.

Kita sedang menyaksikan bagaimana ruang publik digital berubah dari tempat berbagi ide menjadi medan pertempuran identitas. Diskusi rasional sering kalah cepat dari narasi emosional, dan kebenaran dikalahkan oleh popularitas. Dalam konteks seperti ini, peran media menjadi krusial bukan sekadar melaporkan peristiwa, tetapi menjaga keseimbangan wacana agar publik tidak terseret dalam spiral keheningan yang menyesatkan.

Pemerintah pun harus belajar berkomunikasi secara lebih transparan dan partisipatif. Penjelasan tentang kebijakan, termasuk risiko dan tantangan, perlu disampaikan secara terbuka agar publik tidak hanya menerima narasi tunggal dari media sosial. Sementara masyarakat perlu membangun keberanian untuk berdiskusi dengan data, bukan sekadar dengan emosi kelompok.

Pada akhirnya, tantangan terbesar di era politik identitas yang mengeras bukan hanya soal siapa yang paling berkuasa, melainkan siapa yang berani berbicara dengan jujur di tengah tekanan opini massa. Jika kita terus membiarkan spiral of silence berputar tanpa perlawanan, maka kebebasan berpendapat salah satu fondasi demokrasi akan perlahan tereduksi menjadi sekadar gema dari suara mayoritas yang paling nyaring.

 

Penulis: Safa Maulida Kaila Mahasiswi Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Mataram

Continue Reading

Previous: Jalan Rusak di Setanggor: Warga Menunggu Aksi, Bukan Janji
Next: Algoritme Sebagai Aktor Politik: Bagaimana FYP Mengarahkan Cara Anak Muda Melihat Kekuasaan

Berita Terkait

Player
  • Indeks
  • Pendidikan

Refleksi Sejarah Para Pendiri, Menghidupkan Peringatan Tasyakuran 11 Tahun UNU NTB

M Yakub December 12, 2025
IMG-20251209-WA0046
  • Indeks

Anak Muda Melek Politik, Tapi Apatis?

Lalu Rosmawan December 9, 2025
WhatsApp Image 2025-11-10 at 15.25.52
  • Indeks

Dosen UNRAM Sosialisasikan Pemanfaatan Imunostimulan Untuk Cegah Penyakit Pada Budidaya Udang Vannamei Pada Kelompok Budidaya Udang Kolam Bundar di KLU

Lalu Rosmawan November 10, 2025

Berita Terkini

  • Jeritan Perangkat Desa, Dituding Biang Kerok, Padahal Tak Punya Kuasa atas Data Bantuan Sosial
  • BNN Kota Mataram Perkuat Pencegahan Narkoba melalui Deteksi Dini di Sekolah
  • Terlalu Banyak Suara, Terlalu Sedikit Makna
  • UNU NTB Hadirkan Edukasi Kampus yang Inspiratif di SMAS Islam Al-Ikhwan Desa Sesait KLU
  • Monitoring Awal KDKMP Ampenan Utara Pasca Pembiayaan Bank NTB Syariah

Kanal Berita

  • Artikel/Opini
  • Budaya
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Indeks
  • Inspirasi Kampung
  • Kesehatan
  • Kuliner Kampung
  • Olah Raga
  • Otomotif
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Politik
  • Sosial Keagamaan
  • Teknologi
  • Wisata Kampung

Baca juga

gambarrr_20251216_061522_0000
  • Inspirasi Kampung

Jeritan Perangkat Desa, Dituding Biang Kerok, Padahal Tak Punya Kuasa atas Data Bantuan Sosial

Ibra_kmrb December 16, 2025
e60b7d02-235f-4227-82a8-a7cf1f2a6774
  • Kesehatan

BNN Kota Mataram Perkuat Pencegahan Narkoba melalui Deteksi Dini di Sekolah

adminkampung December 15, 2025
Screenshot_2025-12-15-21-14-55-36_a27b88515698e5a58d06d430da63049d
  • Artikel/Opini

Terlalu Banyak Suara, Terlalu Sedikit Makna

Lalu Rosmawan December 15, 2025
WhatsApp Image 2025-12-14 at 12.38.38
  • Pendidikan

UNU NTB Hadirkan Edukasi Kampus yang Inspiratif di SMAS Islam Al-Ikhwan Desa Sesait KLU

M Yakub December 14, 2025

SEKRETARIAT


Jl.Banda Sraya Gg.sakura No.5 Pondok Indah Kel.Pagutan Barat Kota Mataram
Nomor Kontak: 089637675034
Email: kampungmedia2008@gmail.com


Konsultan Media: Lombok Inisiatif – Akta Notaris Nomor 135 tanggal 14 Maret 2015.
Alamat: Jalan Bhanda Sraya 23 Griya Pagutan Indah Mataram.

REDAKSI

Publisher VIP (Visual Informasi & Publikasi) PRODUCTION & Lombok Kreatif.

Chief Executive Officer:
Asrobi Abdihi
Chief of Content:
Fakhrul Azhim
Manager Operations / Editor in Chief :
Afifudin
Sekretaris Redaksi: Neneng Pebriana

TIM REDAKSI

Kepala Kampung / Pemred :
Asrobi Abdihi
Redaktur Pelaksana :
Fakhrul Azhim
Editor Senior : Ncep
Editor: Abdi, Achim Nadfia,
Reporter: Muhammad Safwan, Jumaili, Ncep

DEWAN PAKAR

Suaeb Qury, S.H.I.

KONTRIBUTOR

1.Muhammad Safwan (Kota Mataram) 2.Jumaili (Lombok Tengah) 3.Hasan Karing ( KM Brang Ene Sumbawa) 4.Adi Pradana (Kab.Bima)5.Opick Manggelewa. KM Manggelewa (Dompu) 6.Joko KM Panto daeng Sumbawa 7.Ryan KM Gempar Bima 8.Faidin (KM kempo) Dompu 9.Alimuddin (KM Maluk) KSB 10.Randal Patisamba (KM Rampak Nulang) 11.Ibrahim Arifin (KM Rensing Bat) Lotim 12.Yakub (KM SasakTulen) Lobar 13.Alamsyah (KM Tembe Nggoli) Bima 14.M. Hariyadin (KM. Sarei Ndai Kota Bima 15.Andre Kurniawan (KM.Masbagik) Lotim 16.Ali Nurdin (KM. Taliwang) Sumbawa 17.Hajrul Azmi ( KM. Sajang Bawak Nao ) Loteng 18.Desa Wisata Masmas Loteng 19.Abdul Satar Lobar 20.Nurrosyidah Yusuf 21.Masyhuri (sambang kampung),22.Joko Pitoyo, 23.Asep KM Lobar, 24. Abu Ikbal, 25. Romo. 26. Alin 27. Tawa, 28. Andi Mulyan Mataram,29. Asri (KM Sukamulia), 30. Efan (Kampung Media Lengge Wawo-Bima) 31. Aulia Abdiana

Copyright © Kampung Media.