
Mataram, — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur NTB, pada Jumat, 11/7/25. Rapat ini digelar sebagai respon atas tren kenaikan inflasi yang mulai mengkhawatirkan, meski masih dalam koridor target nasional.
Rapat dibuka langsung oleh Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi NTB, H. Lalu Moh. Faozal, dan dihadiri oleh Kepala BPS NTB, Kepala Bulog NTB, Deputi Bank Indonesia NTB, serta perwakilan dari kabupaten/kota seperti Sekda KSB, Sekda Loteng, Sekda KLU, Sekda Lotim, Kota Mataram, dan Dompu.
Pj Sekda NTB H. Lalu Moh. Faozal dalam arahanya menekankan pentingnya kolaborasi konkret antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pengendalian inflasi.
“Inflasi kita sudah di zona kuning, menjelang merah. Kita harus siaga, dan yang utama: jangan hanya sibuk rapat, tapi perkuat kerja nyata di lapangan,” tegas Faozal.
Ia mendorong penguatan koordinasi antar-TPID provinsi dan kabupaten/kota, serta optimalisasi peran instansi teknis, seperti Dinas Perdagangan dan Bulog.
“Monitoring harian harga harus aktif. Karo Ekonomi dan Kadis Perdagangan harus turun ke pasar, cek langsung. Kita harus pastikan, apakah benar masyarakat kita tidak bisa beli tomat, cabai, atau minyak? Kalau inflasi gara-gara tomat, harus kita kaji serius,” tambahnya.
Pj Sekda Miq Faozal juga menyoroti pentingnya memperkuat distribusi dan rantai pasok pangan, yang menurutnya menjadi titik lemah yang sering luput dari perhatian.
“Saya tidak ahli teknisnya, tapi saya tahu bahwa rantai pasar dan distribusi kita perlu dibenahi. Dari produksi ke pasar harus kuat, agar harga tetap stabil dan terjangkau,” ungkapnya.
Ia meminta agar kabupaten/kota membentuk TPID yang benar-benar aktif dan tangguh di lapangan, bukan hanya di ruang rapat.
“Di kabupaten kota Bentuk TPID yang kuat yang tidak hanya rapat tapi harus kuat di lapangan.” imbuhnya.
Menutup arahannya, Pj Sekda mengajak seluruh pihak untuk bergerak bersama dalam menekan inflasi yang berpotensi mengganggu daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Pemprov tidak bisa sendiri tapi dengan kolaborasi bersama kabupaten kota Ins shaa Allah kita kuat.” jelasnya.
Laporan Kepala Biro Perekonomian Setda NTB, Drs. H. Lalu Wirajaya Kusuma menyampaikan bahwa berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi NTB per Juni 2025 mencapai 2,51%, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang berada di angka 1,87%.
“Kita mengalami kecenderungan kenaikan sejak Maret. Penyumbang utama inflasi ini berasal dari kelompok bahan pangan bergejolak, terutama tomat, minyak goreng, dan angkutan udara,” ungkap Wirajaya.
Ia menjelaskan, naiknya harga tomat disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu sehingga mempengaruhi produksi. Sementara itu, harga minyak goreng dan angkutan udara lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan di tingkat pusat.
“Memang karena kondisi cuaca menjadi salah satu faktor kenapa harga tomat melonjak naik, serta minyak goreng dan angkutan udara,” pungkasnya. (pnd/opk/Kominfotikntb).