
Ilustrasi takdir. Foto: Darius Bashar/Unsplash
Banyak orang yang sering menghubungkan keberhasilan dan kegagalan dengan takdir. Ada yang menganggap takdir sebagai alasan untuk menyerah dan tidak berusaha, namun ada pula yang berperilaku seakan segalanya hanya ditentukan oleh usaha pribadi, tanpa menyisakan ruang bagi ketetapan Allah SWT.
Padahal, dalam ajaran Islam, takdir bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan dorongan untuk terus berikhtiar dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya sepenuhnya berada di tangan Allah SWT.
Pengertian Takdir dalam Islam
Konsep takdir dalam Islam mencerminkan keyakinan bahwa segala sesuatu di dunia ini berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT. Setiap makhluk memiliki jalan hidup yang sudah ditentukan, baik itu kebaikan maupun keburukan. Namun, takdir tidak berarti manusia kehilangan kebebasan untuk memilih dan berusaha.
Umat Islam wajib mengimani takdir karena termasuk bagian dari rukun iman. Penetapan takdir sepenuhnya merupakan hak Allah SWT, dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti bagaimana ketetapan itu berlaku atas dirinya.
Dalam buku Islamologi: Qadar atau Takdir tulisan Maulana Muhammad Ali dijelaskan bahwa Imam Raghib berpendapat, qadar atau takdir berarti ukuran (kamiyyah) dari sesuatu. Menurutnya, Allah SWT menakdirkan segala sesuatu dengan dua cara. Pertama, dengan memberikan qudrah (kekuatan) kepada makhluk-Nya. Kedua, dengan menentukan segala sesuatu sesuai ukuran dan cara tertentu berdasarkan kebijaksanaan-Nya.
Sebagai gambaran, sebutir biji padi hanya akan tumbuh menjadi tanaman padi, bukan jagung atau gandum. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ciptaan memiliki ketentuan dan batas yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dalil tentang Takdir dalam Al-Qur’an
Untuk memperkuat pemahaman tentang takdir, Al-Qur’an menjelaskan bahwa segala sesuatu telah Allah ciptakan dan atur sesuai ukuran yang sempurna. Salah satunya tertulis dalam surah Al-Furqan ayat 2:
ۨالَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا
Artinya: “(Yaitu Zat) yang milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi, (Dia) tidak mempunyai anak, dan tidak ada satu sekutu pun dalam kekuasaan(-Nya). Dia telah menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.”
Pernyataan ini kembali ditegaskan dalam surah Al-Qamar ayat 49:
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan ukuran.”
Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa seluruh ciptaan Allah SWT berjalan sesuai dengan ketetapan-Nya, mulai dari terbit dan terbenamnya matahari, beredarnya planet di langit, hingga perjalanan hidup manusia. Semua tunduk pada hukum Allah yang telah ditetapkan sejak awal.
Takdir Baik dan Takdir Buruk
Setelah memahami bahwa takdir mencakup seluruh ciptaan, penting juga untuk mengetahui bahwa takdir terbagi menjadi takdir baik dan takdir buruk. Keduanya sama-sama berada di bawah kehendak Allah SWT.
Dalam buku Qadha dan Qadar susunan Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dijelaskan, Allah SWT telah menetapkan segala hal tentang hamba-hamba-Nya, termasuk kebahagiaan, kesengsaraan, rezeki, dan ajal mereka, bahkan sebelum manusia diciptakan.
Ali bin Abi Thalib RA meriwayatkan sebuah hadits yang menggambarkan hal tersebut. Ia berkata,
“Kami pernah menguburkan jenazah di pemakaman Baqi’ al-Gharqad. Tidak lama kemudian Rasulullah SAW datang kepada kami, lalu beliau duduk dan kami pun duduk mengelilingi beliau. Saat itu beliau membawa tongkat kecil yang beliau tegakkan di tanah, kemudian bersabda:
‘Tidak ada seorang pun dan tidak ada satu jiwa pun yang bernapas, kecuali tempatnya telah ditulis di neraka atau di surga. Telah pula ditulis apakah ia akan hidup sengsara atau bahagia’.” (HR Muttafaq ‘Alaih)
Hadits lain dari Imran ibn Husain juga menegaskan hal serupa:
“Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, ‘Ya Rasulullah, apakah telah diketahui antara penghuni surga dan penghuni neraka?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’ Lalu ditanyakan lagi, ‘Kalau begitu, untuk apa orang beramal?’ Rasulullah menjawab, ‘Setiap orang akan dimudahkan menuju jalan yang telah diciptakan untuknya’.” (HR Muttafaq Alaihi)
Dari dua hadits tersebut, jelas bahwa takdir memang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Namun, manusia tetap diberi ruang untuk memilih amal dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan kata lain, ketetapan Allah SWT tidak meniadakan peran ikhtiar manusia.
Dua Jenis Takdir dalam Islam
Setelah memahami bahwa takdir merupakan ketetapan Allah SWT yang menyeluruh, para ulama kemudian membaginya menjadi dua jenis utama, yakni takdir mubram dan takdir muallaq. Pembagian ini membantu manusia memahami sejauh mana sesuatu dapat diusahakan dan sejauh mana hanya bisa diterima sebagai ketentuan mutlak dari Allah.
1. Takdir Mubram (Ketetapan yang Pasti dan Tidak Dapat Diubah)
Dalam buku Bisakah Takdir Diubah karya Hj. Fadillah Ulfa, Lc., MA dijelaskan takdir mubram adalah ketetapan yang bersifat mutlak dan tidak dapat diubah. Segala hal yang masuk dalam kategori ini telah tertulis di Ummul Kitab (Lauhul Mahfuzh) dan tidak mengalami perubahan sedikit pun.
Contohnya meliputi kelahiran, kematian, jodoh, hingga datangnya hari kiamat. Semua itu sepenuhnya menjadi rahasia Allah SWT, karena tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan waktu tersebut tiba.
Hal ini ditegaskan dalam surah An-Nisa ayat 78:
اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا
Artinya: Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangimu, meskipun kamu berada dalam benteng yang kukuh. Jika mereka (orang-orang munafik) memperoleh suatu kebaikan, mereka berkata, “Ini dari sisi Allah” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata, “Ini dari engkau (Nabi Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Mengapa orang-orang itu hampir tidak memahami pembicaraan?
2. Takdir Muallaq (Ketetapan yang Bisa Berubah dengan Izin Allah)
Berbeda dengan takdir mubram, takdir muallaq bersifat tergantung pada usaha dan doa manusia. Dalam catatan para malaikat, takdir ini bisa tetap atau berubah, tergantung pada sebab-sebab yang diusahakan manusia, tentu dengan kehendak Allah SWT.
Contohnya, seseorang yang tekun bekerja dan berdoa bisa saja mendapatkan keberhasilan lebih besar dibandingkan orang yang bermalas-malasan, karena Allah SWT memberi balasan sesuai usaha yang dilakukan.
Dalilnya terdapat dalam surah Ar-Ra’d ayat 11:
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ
Artinya: “Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Hubungan antara Takdir dan Ikhtiar
Pembahasan tentang takdir tidak akan lengkap tanpa memahami peran ikhtiar. Islam mengajarkan keseimbangan antara keyakinan terhadap ketetapan Allah SWT dan kewajiban untuk berusaha.
Keimanan pada takdir bukan berarti pasif dan menyerah pada keadaan, melainkan aktif berjuang dengan penuh keyakinan bahwa Allah-lah yang menentukan hasilnya.
Dalam Syarah Riyadhus Shalihin Jilid I karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin disebutkan hadits Rasulullah SAW:
“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah lemah.”
Hadits ini menunjukkan bahwa berusaha adalah bagian dari perintah Allah SWT. Seseorang tidak akan tahu hasil dari usahanya, tetapi ia tetap diminta untuk berusaha dengan sungguh-sungguh sambil tetap bergantung kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam.
selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-8155052/takdir-dalam-pandangan-islam-antara-kehendak-allah-dan-usaha-manusia.