Ilustrasi kawin kontrak (Foto: Getty Images/iStockphoto/Jamaludin Yusup)
Jakarta – Pernikahan dalam Islam merupakan hal yang sangat penting dan sakral, karena tidak hanya menyatukan dua insan, tetapi juga melibatkan perjanjian suci antara keduanya dengan Allah SWT. Ikatan ini menjadi dasar terbentuknya keluarga yang penuh kasih, tanggung jawab, dan keberkahan.
Namun, di tengah masyarakat modern saat ini muncul fenomena yang dikenal sebagai kawin kontrak atau nikah mut’ah. Sekilas, bentuk pernikahan ini tampak seperti pernikahan biasa, namun memiliki batas waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak sebelum akad dilakukan.
Hal ini menjadikan kawin kontrak terkesan sebagai hubungan yang bersifat sementara dan transaksional. Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang pernikahan kontrak seperti ini?
Pengertian Kawin Kontrak
Dikutip dari jurnal Perkawinan Mut’ah: Pandangan Islam dalam Ketatanegaraan Indonesia oleh Lukmanul Hakim, kawin kontrak atau nikah mut’ah adalah bentuk pernikahan yang dilakukan dengan batas waktu tertentu yang telah disepakati sejak awal oleh kedua pihak.
Setelah waktu tersebut berakhir, maka ikatan pernikahan otomatis berakhir tanpa perlu adanya proses perceraian.
Dalam pelaksanaannya, kawin kontrak biasanya melibatkan perjanjian antara laki-laki dan perempuan dengan imbalan berupa mahar atau kompensasi tertentu. Hal ini membuat pernikahan tersebut terkesan bersifat transaksional dan tidak dibangun atas dasar komitmen jangka panjang.
Fenomena kawin kontrak sering kali muncul di kalangan masyarakat yang memiliki motif tertentu, seperti kebutuhan biologis, ekonomi, atau alasan sosial. Bahkan di beberapa daerah wisata, praktik ini kerap dilakukan oleh warga asing dengan warga lokal.
Dari segi hukum, kawin kontrak tidak diakui dalam sistem hukum positif Indonesia karena bertentangan dengan tujuan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, bukan hubungan sementara.
Hukum Kawin Kontrak dalam Islam
Dikutip dari Jurnal Hukum Islam dan Fenomena Pernikahan Kontrak Antara Moral dan Legalitas oleh Putri Aulia, dkk, kawin kontrak atau nikah mut’ah berbeda dengan konsep pernikahan dalam Islam karena sifatnya sementara dan berakhir setelah jangka waktu tertentu. Hal ini membuat kawin kontrak dipandang sebagai bentuk pernikahan yang tidak sesuai dengan tujuan pernikahan yang sebenarnya, yakni untuk menciptakan keluarga yang kekal dan penuh kasih.
Mayoritas ulama dari kalangan Sunni sepakat bahwa kawin kontrak hukumnya haram. Mereka berpegang pada hadits sahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW telah melarang praktik nikah mut’ah setelah perang Khaibar dan melarangnya untuk selama-lamanya.
عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يُلَيِّنُ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ، فَقَالَ : مَهْلًا يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ
Artinya, “Diriwayatkan dari ‘Ali bahwa beliau mendengar Ibnu Abbas melunak dalam hal nikah mut’ah, maka beliau berkata, “Jangan terburu-buru wahai Ibnu Abbas; karena Rasulullah SAW telah melarang nikah mut’ah pada saat perang Khaibar dan juga melarang daging keledai rumahan.” (HR. Muslim).
Imam Asy-Syafi’i menegaskan bahwa kawin kontrak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pernikahan Islam yang menekankan kontinuitas dan tanggung jawab. Beliau berpendapat bahwa pernikahan semacam ini tidak sah karena dilakukan dengan niat sementara dan tidak menjamin hak-hak istri maupun keturunan.
Selain itu, ulama lain seperti Imam Malik dan Imam Abu Hanifah juga mengharamkan kawin kontrak. Mereka menilai bahwa pernikahan ini lebih menyerupai hubungan transaksional yang mendekati zina karena tidak memenuhi syarat sah pernikahan dalam Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan fatwa pada tahun 1997 yang menegaskan bahwa kawin kontrak hukumnya haram. MUI beralasan bahwa praktik ini dapat merugikan perempuan dan anak, serta bertentangan dengan nilai-nilai moral dan maqasid al-syari’ah, yaitu menjaga kehormatan dan keturunan.
Di sisi lain, ulama dari kalangan Syiah Imamiyah berpendapat bahwa nikah mut’ah masih diperbolehkan. Mereka berdalil pada QS. An-Nisa ayat 24 yang menyebutkan kata “istamta’tum bihi minhunna”, yang mereka tafsirkan sebagai bentuk pernikahan sementara dengan mahar tertentu.
Berikut ini firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 24,
۞ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةًۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ٢٤
Artinya: Diharamkan juga bagi kamu (menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Namun, sebagian ulama Syiah kontemporer juga memberikan batasan ketat terhadap praktik ini. Mereka menekankan bahwa kawin kontrak hanya boleh dilakukan oleh sesama penganut Syiah dan dalam kondisi tertentu agar tidak menimbulkan fitnah dan kerusakan sosial.
Dari berbagai pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama mengharamkan kawin kontrak karena bertentangan dengan tujuan utama pernikahan dalam Islam. Sementara sebagian kecil ulama Syiah memperbolehkannya dengan syarat-syarat khusus.
Namun secara umum, praktik ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip moral dan hukum Islam yang menekankan keabadian serta tanggung jawab dalam ikatan pernikahan.
Wallahu a’lam.
selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-8178989/kawin-kontrak-dalam-islam-apakah-diperbolehkan.
