
Jakarta – Kisah tenggelamnya putra Nabi Nuh AS merupakan salah satu peristiwa yang tercatat dalam Al-Qur’an. Kisah ini bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi juga pelajaran penting tentang iman, ketaatan, dan hubungan antara manusia dengan Allah SWT.
Kisah ini menunjukkan bahwa nasab atau keturunan tidak menjamin keselamatan, jika tidak disertai dengan keimanan.
Dalam Al-Qur’an tidak disebutkan nama anak Nabi Nuh AS secara eksplisit. Namun dalam riwayat-riwayat tafsir, disebutkan bahwa nama anak yang tenggelam adalah Kan’an atau dalam riwayat lain disebut Yam.
Dia adalah salah satu dari anak Nabi Nuh AS yang menolak untuk beriman dan tidak menaiki kapal saat banjir besar terjadi.
Merujuk buku Menengok Kisah 25 Nabi dan Rasul karya Ahmad Fatih, S.Pd., Nabi Nuh AS dikaruniai empat orang putra. Putra pertama bernama Kan’an kemudian yang kedua bernama Yafith, Sam, dan Ham.
Putra sulung Nabi Nuh AS merupakan anak yang zalim dan durhaka kepada Nabi Nuh AS. Ia menaruh rasa benci pada sang ayah. Awalnya ia berpura-pura beriman tetapi sejatinya, ia dan sang ibu adalah orang yang menentang ajaran yang dibawa Nabi Nuh AS.
Allah SWT memberikan petunjuk kepada Nabi Nuh AS untuk membuat sebuah bahtera yang besar. Namun ketika badai datang, Kan’an enggan menaiki bahtera karena bersikukuh tak mau beriman kepada Allah SWT.
Ketika air bah mulai meninggi, Nabi Nuh AS terus membujuk sang anak agar ikut bersamanya menaiki bahtera. Peristiwa ini tercatat dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 43.
قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ
Artinya: Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.
Kan’an lebih memilih untuk menuju ke puncak gunung dan mencari perlindungan di sana. Sayangnya azab Allah SWT ini pun ikut menenggelamkan gunung yang dituju Kan’an. Ketika gelombang besar datang, Kan’an seketika lenyap dari penglihatan.
Sebagai seorang ayah, Nabi Nuh AS merasa sedih karena putra yang amat disayanginya itu ikut tenggelam bersama azab Allah SWT.
Pada saat Kan’an tenggelam, Nabi Nuh AS sempat memohon dan berdoa kepada Allah SWT agar putranya diselamatkan. Namun, Kan’an tidak selamat lantaran ia termasuk golongan anak durhaka dan tidak termasuk keluarga yang dijanjikan Allah SWT untuk selamat.
Doa Nabi Nuh AS ini termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 45,
وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ
Artinya: Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.
Kemudian firman Allah SWT selanjutnya dalam surah Hud ayat 46,
قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ
Artinya: Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”.
Nabi Nuh AS kemudian menyadari kesalahannya dan segera memohon pengampunan Allah SWT. Nabi Nuh AS mengikhlaskan kepergian sang putra dan istrinya yang zalim serta seluruh umatnya yang tidak percaya kepada ajaran Allah SWT dan memilih menyembah berhala.
Wallahu ‘alam.(Devi Setya – detikHikmah)