
Herianto
Di tengah doa rakyat yang memohon negeri ini kembali adil, damai, dan sejahtera, demonstrasi yang akhir-akhir ini menggema di berbagai daerah harus dibaca sebagai jeritan hati bangsa. Bukan sekadar luapan emosional, melainkan tanda bahwa ada krisis mendalam yang tak boleh lagi diabaikan.
Negeri ini sedang berada di persimpangan berbahaya. Krisis ekonomi, krisis politik, bahkan krisis kepercayaan rakyat mengintai jika pemerintah tetap sibuk mempertahankan kekuasaan tanpa memperbaiki tata kelola. Kita melihat hukum masih tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Kebijakan kerap berpihak pada segelintir elit, bukan pada rakyat banyak. Inilah yang disebut sebagai ketidakadilan sistemik dan ia ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Demonstrasi yang turun ke jalan adalah cermin kegelisahan rakyat. Ketika mahasiswa, buruh, petani, hingga masyarakat kecil bersuara lantang, sesungguhnya mereka sedang berkata: “Ada yang salah dalam arah bangsa ini.” Jika pemerintah, DPR, dan aparat penegak hukum seperti Polri masih memilih menutup telinga, maka sesungguhnya mereka sedang menyiapkan jurang kehancuran dari dalam.
Momentum ini seharusnya menjadi alarm moral dan politik. Pemerintah tidak bisa lagi sekadar menjawab dengan jargon persatuan atau retorika pembangunan. Rakyat menuntut bukti nyata: perbaikan sistem yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik, penegakan hukum tanpa keberpihakan, dan keberanian untuk melawan budaya korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan.
Kita semua mencintai negeri ini, dan karena itu kita menegaskan: cinta negeri bukan hanya milik rakyat biasa, tetapi juga tanggung jawab para pemimpin. Sejarah telah mencatat, bangsa yang gagal mendengar suara rakyatnya selalu runtuh dari dalam.
Hari ini, doa rakyat adalah harapan, dan demonstrasi adalah peringatan. Pemerintah bijak adalah yang menjadikan kritik sebagai jalan untuk berbenah, bukan ancaman untuk dilawan. Jika tidak, maka kita sedang berjalan menuju krisis yang lebih dalam dari sekadar ekonomi dan politik yaitu krisis kepercayaan yang paling berbahaya.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau belajar dari jerit rakyatnya. Pemimpin yang bijak adalah ia yang menjadikan kritik sebagai cahaya untuk memperbaiki negeri.”