
Jakarta – Aisyah binti Abu Bakar RA adalah salah satu istri Nabi Muhammad SAW yang paling dikenal karena kecerdasannya, ketakwaannya, dan perannya dalam menyebarkan ilmu agama. Di antara banyak kisah keteladanannya, salah satu yang sangat menarik untuk dikaji adalah bagaimana ia menjalankan ibadah haji.
Kisah haji Aisyah RA bukan hanya menunjukkan semangat ibadah, tapi juga mencerminkan sikap sabar dan tunduk pada syariat yang ditetapkan dalam Islam.
Melansir laman Kementerian Agama (Kemenag) RI, kisah berihramnya Sayyidah Aisyah dilakukan ketika hendak umrah pada rangkaian pelaksanaan haji wada pada tahun 9 H.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir bahwa ketika Sayyidah Aisyah sedang haid, beliau mengerjakan seluruh rangkaian manasik, hanya saja belum melaksanakn tawaf di Ka’bah. Ketika telah suci, beliau mengabarkan Rasulullah SAW bahwa ia hendak mengerjakan tawaf, “Kamu semua telah mengerjakan umrah dan haji, sedangkan saya baru mengerjakan hajinya saja?”.
Rasulullah lalu menyuruh Abdurrahman ibnu Abu Bakar untuk mengantarkan ke Tan’im. Setelah itu, Sayyidah Aisyah kemudian mengerjakan umrah, yakni setelah mengerjakan haji pada bulan Dzulhijjah.
Kisah Ibadah Haji Aisyah RA
Merujuk buku Haji dan Umrah seperti Rasulullah karya Muḥammad Naṣir al-Din Albani, Nabi Muhammad SAW melaksanakan haji pertama dan terakhir beliau yang dikenal dengan Haji Wada’ (haji perpisahan). Dalam perjalanan ini, beliau ditemani oleh banyak sahabat dan istri-istrinya, termasuk Aisyah RA.
Namun, dalam perjalanan itu, Aisyah mengalami haid sebelum masuk ke Masjidil Haram. Sebagaimana diketahui dalam syariat, wanita yang sedang haid tidak boleh melakukan thawaf, yang merupakan rukun haji.
Aisyah pun menangis karena merasa tidak dapat menunaikan ibadah haji sebagaimana orang lain. Ia merasa sangat sedih dan kecewa.
Namun Rasulullah SAW menenangkan Aisyah dengan sabdanya:
“Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan bagaimana Rasulullah SAW dengan penuh kelembutan dan hikmah memberikan bimbingan kepada istrinya. Kisah ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Islam memberikan kemudahan dan keringanan bagi wanita dalam kondisi khusus seperti haid.
Tunaikan Umrah Terpisah Setelah Haji
Setelah pelaksanaan haji selesai, Aisyah yang sudah suci dari haid menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa ia merasa sedih belum bisa melakukan umrah seperti orang lain. Rasulullah SAW memahami keinginannya dan memerintahkan saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, untuk menemaninya pergi ke Tan’im agar ia bisa mengambil miqat dan melakukan umrah.
Inilah asal muasal tempat miqat Tan’im yang kini dikenal sebagai Masjid Aisyah. Di sanalah Aisyah berihram untuk umrah dan menyempurnakan niatnya.
Kisah Aisyah dalam pelaksanaan ibadah haji menjadi gambaran betapa Islam memperhatikan kondisi setiap individu, khususnya perempuan. (Devi Setya – detikHikmah)