Kasus hebohnya Trans7 yang menyinggung Pesantren Lirboyo bukan hanya soal salah ucap atau candaan yang kelewatan. Ini menunjukkan betapa rapuhnya batas antara hiburan dan penghormatan terhadap lembaga pendidikan, terutama pesantren yang memiliki akar kuat dalam kultur masyarakat Indonesia. Banyak orang mungkin menganggap kejadian ini sepele, namun bagi kalangan pesantren, nama baik bukan sekadar identitas melainkan kehormatan kolektif yang dijaga turun-temurun.
Di satu sisi, permintaan maaf Trans7 patut diapresiasi. Setidaknya mereka menyadari bahwa media memiliki tanggung jawab moral, bukan hanya tanggung jawab rating. Namun di sisi lain, kejadian seperti ini harus menjadi pelajaran bahwa media arus utama perlu memahami konteks sosial dan budaya sebelum melontarkan konten. Kebebasan berekspresi tetap penting, tetapi tidak berarti bebas dari etika.
Bagi Pesantren Lirboyo, insiden ini mungkin hanyalah satu dari sekian banyak ujian di era digital. Namun reaksi cepat komunitasnya menunjukkan kuatnya solidaritas antar-santri, alumni, dan masyarakat luas dalam menjaga marwah pesantren. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa pesantren tetap memiliki posisi penting dalam lanskap sosial Indonesia, bahkan di tengah modernisasi.
Pesantren Lirboyo sendiri merupakan salah satu pusat pendidikan Islam terbesar dan paling berpengaruh. Ketika nama sebesar itu dibawa ke ruang publik dengan cara yang tidak tepat, wajar jika publik bereaksi keras. Reaksi itu bukan sekadar emosi, tetapi bentuk pembelaan terhadap marwah lembaga yang telah banyak mencetak ulama, pendidik, dan tokoh bangsa.
polemik ini seharusnya tidak berhenti hanya pada permintaan maaf. Ia harus menjadi pengingat kolektif bahwa kita hidup dalam ruang sosial yang semakin terhubung, semakin cepat menyebarkan informasi, tetapi juga semakin mudah tersulut oleh kesalahpahaman. Media perlu lebih peka dalam bertutur, dan masyarakat perlu lebih bijak dalam merespons. Perbedaan sensitivitas adalah bagian dari keberagaman kita, dan justru di situlah pentingnya saling menghormati.
Pada akhirnya, insiden ini mengingatkan kita bahwa komunikasi publik apalagi di televisi harus lebih berhati-hati. Apresiasi boleh, hiburan boleh, kritik pun boleh. Tapi jangan sampai melukai nilai dan kehormatan yang dijunjung tinggi masyarakat. Semoga ke depan media bisa lebih peka, dan masyarakat juga tetap dewasa dalam menanggapi setiap dinamika di ruang publik.
Semoga insiden ini menjadi pelajaran berharga, bukan hanya bagi Trans7, tetapi juga bagi seluruh media dan masyarakat, bahwa menjaga adab dalam komunikasi adalah fondasi penting untuk memastikan ruang publik kita tetap sehat, beradab, dan mencerminkan nilai-nilai Indonesia.
Oleh: Tamam Islami Faza (Mahasiswi Universitas Islam negeri Mataram prodi komunikasi dan penyiaran Islam)
