Main Jaran atau pacuan kuda adalah tradisi di Pulau Sumbawa yang telah lama mengakarbudaya. Sejak dahulu tradisi ini turun-temurun dilaksanakan dan menjadi bagian dari hiburan masyarakat setempat.
Begitupun dengan anak-anak sumbawa yang sangat dekat dengan kuda. Sehingga tak heran banyak dari mereka yang telah mahir menunggang kuda sejak usia muda.
“Jadi tidak tepat, menuduh adanya joki cilik sebagai bagian dari eksploitasi anak,” kata Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB, Ari Garmono, Selasa (14/6/2022) di Mataram.
Ia menilai tudingan yang beredar di media elektronik beberapa waktu yang lalu, seharusnya tidak mengaca pada momentum pacuan kuda dan penunggang kuda dalam iklan MXGP of Indonesia Samota Sumbawa 2022 itu saja.
Penunggang kuda atau joki dalam iklan tersebut, menggambarkan tradisi masyarakat setempat. Itu nilai kultur yang harus dihormati bersama.
“Inilah nilai-nilai kultur yang menjadi kekayaan daerah,”kata Ari.
Setiap daerah memiliki tradisi masing-masing, termasuk di Sumbawa. Pacuan kuda tradisional yang juga dimiliki daerah lain di Indonesia, menjadi olahraga yang sangat diminati sejak dulu.
Jadi tidak heran, memelihara kuda dan bermain kuda memiliki keunikan tersendiri bagi masyarakat Sumbawa. Ada keakraban secara turun temurun dan rasa persaudaraan yang tinggi secara turun temurun dari pemilik kuda ini.
“Tentu hal ini harus dihargai dan dihormati, sebagai sebuah tradisi yang masih ada ditengah kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Lebih jauh dijelas Ari, tradisi pacuan kuda itu merupakan nilai-nilai kelokalan yang ada bukan hanya di Sumbawa, di Gayo juga ada. Jika itu melekat pada masyarakat sekitar, itu merupakan kearifan lokal. Lain halnya jika itu diadakan di daerah lain yang tidak memiliki tradisi itu.
Maka dari itu, ia menegaskan bahwa pacuan kuda tradisional di Sumbawa juga tetap menerapkan aspek keamanan dan perlindungan diri bagi joki cilik.
“Aspek keselamatan joki ini, tidak diabaikan, tetap menjadi perhatian utama,” tandas Ari. (edy/irfan/diskominfotikntb)