Tradisi Perang Topat dan Pujawali merupakan simbol keharmonisan dan kerukunan antara Suku Sasak yang mayoritas beragama Islam dan Suku Bali yang beragama Hindu di pulau Lombok.
Pj Gubernur NTB, Hassanudin mengatakan senang dan bahagia bisa hadir untuk pertama kalinya dengan suasana harmoni dalam keberagaman lingkungan yang baik.
“Ini semua secara implementasi sudah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya pada puncak peringatan perang Topat dan Pujawali di Taman Pura Lingsar Lombok Barat, pada Minggu (15/12/24).
Ditambahkan Pj Gubernur, hal ini tidak mudah karena ini merupakan titipan dari para pendahulu namun tanggungjawab moral harus terus dilanjutkan kepada generasi muda selanjutnya.
“Mari kita senantiasa bergembira bersukaria karena ini juga bagian dari peringatan HUT NTB ke-66,” pungkasnya.
Sementara itu, Pj Bupati Lombok Barat, H. Ilham S. Pd., M. Pd., menyampaikan event perang topat dan pujawali ini merupakan event tahunan yang diselenggarakan di pura Lingsar.
“Tradisi ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah sekaligus bagian dari upacara pujawali menggunakan sajian berupa ketupat,” ungkapnya.
Selain itu, kegiatan ini dimulai dengan ritual kemaliq di pura Lingsar, kemudian antara umat muslim dan Hindu melakukan tradisi saling lempar ketupat.
“Tradisi saling lempar ketupat ini sebagai perwujudan toleransi dan pluralisme yang hidup terjaga ditengah-tengah masyarakat,* pungkasnya.
Tak lupa Pj Bupati mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan budaya agar tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat sehingga kerukunan dan kedamaian terus berlanjut hingga anak cucu dimasa-masa yang akan datang.(Diskominfotik)