Pemerintah Indonesia baru saja mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Aturan ini memperkenalkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan diterapkan pada layanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Kebijakan ini diharapkan dapat menjamin keadilan dalam akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Abdul Hafidzirrahman, mantan Ketua Umum Ikatan Seluruh Mahasiswa Kesehatan (ISMAKES) Kota Mataram, menyambut baik terbitnya kebijakan ini. Hafiz, sapaan akrabnya, menilai KRIS sebagai langkah penting untuk meningkatkan mutu layanan dan keselamatan pasien di seluruh rumah sakit di Indonesia. “Ini adalah reformasi yang sudah lama dinantikan,” ujar Hafiz.
Selama ini, perbedaan kelas layanan kesehatan sering kali menciptakan kesenjangan. “KRIS ini akan memastikan semua orang, dari yang berkecukupan hingga yang kurang mampu, mendapatkan layanan kesehatan yang setara,” jelas Hafiz. Dia menambahkan bahwa kebijakan ini dapat menghapus stigma perbedaan pelayanan berdasarkan finansial.
Ada 12 komponen yang harus dipenuhi fasilitas kesehatan untuk mencapai standar KRIS. Salah satu yang disoroti Hafiz adalah penggunaan bangunan dengan porositas rendah. “Misalnya, jika sebelumnya ada 12 tempat tidur dalam satu ruangan, dengan KRIS, jumlahnya akan dikurangi agar ruangan lebih lega. Ini tentu meningkatkan kenyamanan pasien,” katanya. Hal ini juga diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan pasien.
Simulasi penerapan KRIS kini tengah dilakukan di sejumlah rumah sakit. Langkah ini penting untuk mengukur kesiapan fasilitas kesehatan dalam menerapkan standar baru tersebut. Simulasi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang mungkin muncul saat implementasi.
Pemerintah menargetkan program ini dapat sepenuhnya diimplementasikan pada Juni 2025 di seluruh rumah sakit di Indonesia. Target ini dinilai realistis, mengingat adanya proses adaptasi yang harus dilakukan oleh berbagai fasilitas kesehatan. Pemerintah berkomitmen memberikan pendampingan dan sumber daya yang diperlukan selama masa transisi ini.
Hafiz berharap simulasi ini menunjukkan hasil yang positif, sehingga rumah sakit dapat segera menyesuaikan diri dengan aturan baru ini. “Yang kita harapkan adalah masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih merata dan berkualitas,” tutup Hafiz. Ia juga menekankan pentingnya evaluasi dan monitoring berkelanjutan untuk memastikan keberhasilan implementasi KRIS.
Dengan KRIS, diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas layanan kesehatan, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan nasional. Upaya ini membawa Indonesia lebih dekat pada cita-cita membangun sistem kesehatan yang inklusif dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.