Amerika Serikat dan Inggris mendesak Israel serta Hizbullah — organisasi politik yang dibentuk guna melawan invasi Israel di wilayah Lebanon — untuk menahan diri di tengah meningkatnya ketegangan di perbatasan Israel-Lebanon.
Seruan ini muncul setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke Lebanon selatan pada Kamis (19/9) malam, yang menjadi eskalasi konflik terburuk dalam setahun terakhir.
Merespons aksi itu, Gedung Putih mengingatkan bahwa solusi diplomatik harus segera dicapai guna mencegah perang yang lebih luas.
“AS takut dan khawatir tentang potensi eskalasi,” ujar juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, seperti dikutip dari Reuters.
Serangan Israel terjadi setelah ledakan perangkat elektronik menewaskan 37 orang dan melukai sekitar 3.000 orang di Lebanon pada Selasa (17/9).
Kemudian Hizbullah sempat mengirimkan sejumlah serangan udara yang melukai belasan warga Israel.
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengecam serangan yang dituduhkan pada Israel sebagai “kejahatan perang”.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly, menyerukan gencatan senjata segera. Ia menekankan pentingnya menghentikan konflik sebelum situasi semakin memburuk.
Meski menghadapi berbagai desakan internasional, Israel bersikukuh untuk melanjutkan operasi militernya.
“Hizbullah akan membayar harga yang semakin mahal,” kata Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Reuters.