Madu Kelenceng Sekotong,Diminati Konsumen Luar Negeri.



Kampung Media- Lebah trigona atau disebut juga lebah klanceng merupakan salah satu jenis lebah yang diternakan tanpa sengat yang akhir-akhir ini menjadi pilihan usaha ekonomi dan banyak dikonsumsi masyarakat ditengah pandemi Covid19.

Madu trigona seperti juga madu hutan, mempunyai banyak manfaat karena kaya akan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, madu trigona ini juga mengandung senyawa protacatechuic acid (PCA), 4-hydroxyphenylacetic acid dan cerumen yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat meningkatkan proliferasi sel dalam proses penyembuhan luka.
Selain mafaat tersebut terdapat banyak manfaat lainnya salah satunya untuk stamina pria yang sudah berkeluarga.

Lebah trigona termasuk dalam kingdom animalia, filum arthropoda, classic insecta, ordo hymenoptera, famili apidae, genus trigona dan spesies trigona sp. Berbeda dengan dengan sarang lebah hutan yang berbentuk heksagonal, sarang lebah trigona menyerupai pot atau kendi bulat secara horizontal.

Madu trigona sudah cukup lama dikenal di masyarakat sekotong, tetapi belum diketahui bernilai ekonomis sehingga tak ada masayarakat yang tertarik untuk membudidayakannya, meskipun di beberapa daerah lain diwilayah lombok, sudah terdapat komunitas masyarakat yang menjadikan madu trigona sebagai mata pencarian dengan menjual madu atau menjual koloni.

Tidak diketahui pasti siapa yang memulai membudidayakan pertama kali lebah trigona di wilayah sekotong.Menurut penuturan salah seorang pembudidaya madu trigona, Mukhlis yang berasal dari Berambang Desa Batu Putih Kecamatan Sekotong mengungkapkan pada tahun 2017 ia mulai tertarik dan menekuni untuk membudidaya madu trigona setelah mendapatkan sedikit pengetahuan dari rekan kerjanya yang berasal dari Rumak-Kediri.

“seorang teman bertanya sama saya, apakah ditempat saya ada lebah klanceng, saya menjawab sangat banyak, lalu teman saya bilang bahwa madu lebah klanceng mempunyai nilai jual tinggi seperti madu hutan membudidayakannya juga tidak terlalu sulit” ceritanya kepada KIM Sekotong saat ditemui di kediamannya (02/06/2021).

Sejak saat itu, berbekal pengetahuannya yang masih minim serta belajar secar otodidak mukhlis mulai fokus melakukan “perburuan” koloni lebah madu trigona di hutan-hutan dekat rumahnya, ia lalu belajar cara memindahkan koloni dari habitta aselinya ke habitat buatan (mencangkok-Red) sehingga terdapat ratusan koloni buatan berupa boks yang terbuat dari tripleks di rumahnya.

Mukhlis mengungkapkan bahwa permintaan pasar madu trigona atau madu klanceng ini masih tinggi, ditambah lagi dengan adanya pandemi virus corona yang menuntut semua orang untuk menjaga imun, menjaga tubuh agar tetap sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bernutrisi.

“Puncak permintaan madu trigona terjadi awal tahun 2020, stok yang ada bahkan tidak mencukupi permintaan pasar lokal sekitaran lombok, saya bahkan mengambil madu dari masyarakat-masyarakat di luar dusun saya tetapi tetap permintaan pasar tak bisa kami penuhi” ungkap mukhlis.

Seperti yang diceritakan kepada KIM Sekotong, sejak 2017 lalu, mukhlis menjadikan beternak madu trigona sebagai hobi baru yang menghasilkan pundi-pundi rupiah, ia juga mengajak masyarakt disekitarnya untuk ikut membudidaya madu trigona dengan membagikan pengalaman yang didapatkannya secara cuma-Cuma, dengan harapan masyarakat disekitarnya mempunyai penghasilan lebih untuk menutupi kebutuhan dapur serta biaya pendidikan anak-anak mereka.

“coba bayangkan saja, beternak madu trigona ini jika mempunyai 100 koloni dan secara bergantian memanen 10 boks secara bergantian dengan asumsi mendapatkan 5 botol isi 600 Ml lalu dijual dengan harga 230.000 dalam kurun waktu 45 hari sampai 60 hari, sudah berapa uang yang bisa dihasilkan?” hitungnya.

“Ini bisa menjadi mata pencarian baru masyarakat ditengah kebingungan mereka memenuhi kebutuhan hidup akibat pandemi terhadap ekonomi” ucapnya lebih lanjut.

Di ujung barat pulau Lombok tepatnya di Labuan Poh Desa Batu Putih Kecamatan Sekotong, KIM Sekotong berhasil mendapatkan informasi dari seorang inisiator peternak lebah trigona sekaligus pegiat pariwisata, Zulhadi yang sudah terjun dalam budidaya lebah trigona sejak tahun 2012.Saat dihubungi KIM Sekotong melalui pesan Whatsapp beliau bercerita memulai budidaya lebah trigona hanya dengan 1-2 koloni yang dicarinya langsung dari hutan, beliau dengan merek dagang MASKOT (Madu Sekotong) sudah menembus pasar Nasional bahkan internasional dengan market individu di beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Maroko bahkan jerman, bahkan dalam waktu dekat beliau masih mempersiapkan untuk masuk toko oleh-oleh prodak Indonesia di Jepang.



Beliau sampai saat ini sudah mempunyai 400 stuff dalam bentuk boks kolonimadu trigona dengan produksi 40-45 botol ukuran 500 ml atau setara dengan 20 liter madu lebah trigona.

Berternak lebah trigona ternyata tidak hanya ada di Desa Batu Putih di kecamatan Sekotong, tetapi juga terdapat di Desa Pelangan, Desa Kedaro, Desa Sekotong Barat, Desa Cendi Manik, Taman baru, dan Desa Buwun Mas .

Di Desa Buwun Mas sudah terdapat beberapa kelompok di beberapa dusun yang sudah memulai usaha budidaya lebah madu trigona, H. sahnim yang merupakan BPD Desa Buwun Mas di Dusun Sauh dan salah seorang ASN di Dusun belongas bernama Muhaidi sudah mempunyai ratusan koloni bahkan sudah membuat label dan merek dagang sendiri dan memasarkan secara mandiri.

Ditemui ditempat berbeda, H.Abdul Majid yang merupakan salah satu anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat Komisi II sekaligus pembina di ASPI (Asosiasi Perlebahan indonesia) Lombok Barat memberikan statemen terkait geliat usaha budidaya lebah trigona.

“ Madu trigona menjadi solusi ekonomi untuk masyarakat ditengah pandemi, karena nilai jual dan pasar yang prospek serta cara merawatnya tidak ribet, karena itu budidaya madu trigona ini oleh dinas kehutanan sangat didorong demi mengurangi pembalakan hutan”. Ujarnya.

“ Masyarakat membutuhkan pelatihan dan pemasaran secara e-digital pasca panen, disini peran pemerintah sangat dibutuhkan karena mereka sebagai eksekutor dari kebijkan-kebijakan yang kami buat, termasuk pemerintah yang paling bawah yaitu desa, melalui dana desa bisa mengadakan pelatihan-pelatihan dengan mengundang narasumber yang kompeten dibidangnya”. Jelas Abdul Majid. (SA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *