Mataram – Workshop Gender yang dilaksanakan DP3AP2KB berkolaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kementerian PPPA RI), UNFPA, UN Woman, dan KOICA pada hari terakhir fokus pada Rencana Tindak Lanjut (RTL) penguatan subklaster pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender serta pemberdayaan perempuan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Narasumber dari UN Woman Anissa G Srikandini rencananya ke depan melakukan pilot project pada tiga provinsi diantaranya di Kabupaten Bima dan Kota Bima (NTB), di Kabupaten Kupang (NTT), dan terakhir di Palu dan Sigi (Sulawesi Tengah) dengan roadmap dampak lingkungan kekerasan berbasis gender, sekaligus melakukan pendampingan.
“Ke depan kita rencana melakukan pilot project pada tiga provinsi diantarnya NTB di Kabupaten Bima dan Kota Bima,” urainya saat memberikan paparan materi secara daring (27/6/2024).
Sesi diskusi lainnya membahas Standar Minimum Pencegahan dan Penanganan KBG dalam Situasi Bencana disampaikan Humanitarian Program Analyst UNFPA Elizabeth Sidabutar, dan penjelasan Ruang Ramah Perempuan GBViE Officer UNFPA Nathalia CAW.
Hari kedua workshop tersebut, para peserta menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang berfokus pada upaya penguatan subklaster pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender. RTL mencakup berbagai langkah konkret, seperti Pelatihan Safety Audit dan Risk GBV Assesment secara online, menyusun rekomendasi subklaster PP KBG sampai ke kabupaten/kota di Provinsi NTB, Revisi regulasi daerah sebagai pedoman koordinasi klaster pengungsian dan perlindungan agar mengakomodir kebutuhan PP KBG PP pada situasi bencana di tingkat Provinsi NTB serta optimalisasi koordinasi klaster PP KBG PP dengan fokus pada penguatan layanan psikososial bagi penyintas KBG.
Selain itu, peserta berdiskusi mengenai strategi dan langkah konkret yang perlu dirumuskan, untuk meningkatkan efektivitas penanganan kasus kekerasan serta upaya pemberdayaan perempuan pada saat bencana di NTB. Peserta berharap workshop menjadi langkah nyata, terwujudnya sinergi yang lebih kuat antara berbagai pemangku kepentingan, sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender di NTB.
Indonesia awalnya dianggap sebagai “supermarket bencana” kemudian akhirnya sebagai “laboratorium bencana”. Dampak krisis/bencana terhadap KBG terpola pada fase segera setelah bencana, fase proses pengungsian, fase di lokasi pengungsian, dan fase pasca bencana.
Standar Pelayanan Minimal penanganan KBG yaitu Standar Dasar, Standar Intervensi (Mitigasi, Pencegahan, Penanganan) serta Standar Koordinasi dan Operasional dengan rincian terdapat pada pedoman mitigasi kebencanaan serta regulasi BNPB, Kemensos, dan Kementerian PPPA. (pnd/her/kominfotikntb)