Hingga Selasa 21 Juni 2022, putaran lomba pacuan kuda sebagai rangkaian pra event MXGP of Indonesia Samota Sumbawa 2022 masih berjalan untuk menentukan posisi finalis pada ajang puncak final yang akan diselengarakan Rabu 22 Juni 2022.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Dispapora) Kabupaten Sumbawa, Irawan Subekti mengatakan, kegiatan puncak final pacuan kuda akan dihadiri Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, Rizki Handayani Mustafa.
“Bu Deputi dijadwalkan hadir dalam putaran final pacuan Kuda di Desa Penyaring sekaligus penutupan besok (Rabu 22 Juni),” kata Irawan Selasa 21 Juni 2022 di kantornya di Sumbawa.
Diketahui event pacuan kuda di Desa Penyaring diinisiasi BPPD NTB bersama Dispapora Sumbawa sebagai rangkaian kegiatan pra event MXGP Samota. Namun beberapa kalangan menyoroti pacuan kuda sebagai kegiatan tak ramah anak, lantaran menggunakan joki cilik.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dispapora Sumbawa, Irawan Subekti menegaskan, pacuan kuda di Sumbawa merupakan tradisi masyarakat yang penuh pesan kearifan lokal dan sangat layak diangkat sebagai atraksi wisata.
Keterlibatan anak-anak sebagai joki juga bermuasal dari tradisi turun temurun. Dalam setiap lomba pacuan, anak-anak berusia 8-12 tahun yang menjadi joki pengendali kuda pacuan.
“Sehingga ini bukan berarti eksploitasi (anak), karena memang tradisinya begitu dari dulu,” katanya.
Irawan menjelaskan, tidak semua anak bisa menjadi Joki pacuan kuda. Sebab, secara tradisi pula, profesi Joki ini bersifat turun temurun dalam trah keluarga. Seorang joki pasti memiliki ayah, paman, atau kakek yang pernah menjadi Joki pula.
“Jadi bukan semua anak bisa jadi joki. Selalu saja kalau ayahnya pernah jadi joki pasti salah satu anaknya akan menurun. Ini pun ada masanya umumnya berusia 8 tahun sampai 12 tahun, setelah itu nggak bisa lagi jadi joki,” katanya
Ditambahkan, dalam tiap laga pacuan pun, tak berlangsung begitu saja. Ada prosesi magis yang menyertai joki pacuan kuda. Dalam tradisi Sumbawa disebut Sandro. Kelebihan esksoteris sang Sandro ini diyakini melindungi joki jika terjadi kecelakaan berkuda.
“Secara nalar memang susah diterima, tapi itulah tradisi budaya. Sehingga meski terjadi kecelakaan berkuda terkadang joki ini tak mengalami luka,” katanya.
Pro kontra Joki cilik dalam pacuan kuda, menurut Irawan, terjadi karena perspektif dan cara pandang yang berbeda.
Namun Irawan menekankan, dari sisi Pariwisata dan Budaya, tradisi pacuan kuda ini menjadi tradisi yang penuh dengan pesan moral dan kearifan lokal.
Selain sebagai ajang silaturahmi masyarakat dari tiap desa dan kecamatan yang ada di Sumbawa. Tradisi ini juga menumbuhkan sikap ksatria dan sportif.
“Bagi sektor olahraga, tradisi ini juga bisa menjadi ajang mencari bibit unggul atlet berkuda,” katanya.
Karena potensinya yang menarik dan berkonsep melestarikan tradisi budaya, pacuan kuda pun sudah menjadi salah satu event pariwisata yang mendapat dukungan Kemenparekraf RI.