Akhirnya Menjadi Desa Pulau Bungin

Pulau Bungin merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di Pulau Sumbawa. Pulau kecil ini merupakan salah satu desa pulau yang terletak di Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Jumlah penduduk yang menetap di pulau ini sangat padat dan tidak seimbang dengan luas wilayah hunian sehingga dijuluki sebagai pulau yang penduduknya terpadat di dunia. Namun mayoritas penduduk di pulau ini berasal dari keturunan Suku Bugis Sulawesi Selatan sehingga corak hidup yang berkembang di pulau ini ada kemiripan dengan pola kebiasaan yang ada pada masyarakat Bugis Sulawesi Selatan.

Dalam kesehariannnya, penduduk yang ada di pulau kecil ini menggunakan bahasa bajo atau bahasa bugis, sementara pola bertahan hidup yaitu bersumber dari rahim laut. Meskipun dengan jumlah penduduk yang sangat padat, namun warga masyarakat yang tinggal di pulau ini mampu mengembangkan diri dari berbagai aspek kehidupan sosial, termasuk aspek pendidikan, perekonomian, dan keagamaan, dan lain-lain.

Terkait dengan hal di atas, warga setempat yang ada di Pulau Bungin mengakui bahwa dahulu Pulau Bungin hanya merupakan hamparan atau gundukan pasir yang muncul di atas permukaan laut. Hamparan pasir yang berupa daratan tersebut tersebut hanya memiliki ukuran luas yang hanya dapat ditempati oleh dua bangunan rumah panggung. Dari hasil wawancara menyatakan bahwa hamparan pasir tersebut ditemukan oleh seorang pelaut bugis dari Sulawesi Selatan, yang pada akhirnya mendirikan sebuah mushollah atau masjid kecil dan satu unit rumah panggung khas Sulawesi Selatan.

Lambat-laun, dari waktu ke waktu, hamparan pasir yang ada di pulau kecil itu mengalami perluasan. Warga masyarakat Bungin yang berketurunan Suku Bajo mengatakan bahwa pulau ini mengalami perluasan wilayah karena disebabkan oleh adanya kebutuhan beberapa nelayan yang ingin bertempat tinggal di kawasan tersebut, sebab tempat tersebut sangat strategis untuk melancarkan aktifitas kerja sebagai nelayan. Hal ini tentu menggambarkan bahwa beberapa nelayan yang ingin memenuhi kebutuhan akan penghasilan atau kebutuhan dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi keluaraga sehingga untuk melancarkan aktifitas kerja mereka di laut, mereka pun harus bertempat tinggal di dekat tempat kerja mereka sehingga pada akhirnya pulau kecil ini menjadi kebutuhan dasar mereka akan tempat tinggal yang sangat strategis.

Terkait dengan pemenuhan tempat tinggal, yang mana Suku Bajo yang ada di desa pulau ini membiasakan diri dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya, dalam hal ini adalah tradisi mengumpulkan batu karang untuk membuat tempat tumpuan dari sebuah rumah panggung di tepi laut.

Proses mengumpulkan batu karang untuk dijadikan sebagai bahan timbunan di tepi laut dan sebagai tempat berdirinya bangunan rumah panggung khas Sulawesi Selatan telah menjadi suatu tradisi bagi warga masyarakat yang ada di pulau kecil ini. Tradisi inipun akhirnya menjadi suatu kewajiban bagi calon pengatin yang ada di pulau kecil ini. Hal ini tentu sudah merupakan suatu proses sehigga pulau kecil ini mengalami pengembangan atau perluasan wilayah dan menjadi sebuah desa pulau, yaitu Desa Pulau Bungin..

Berangkat dari hasil wawancara dan pengamatan yang ada bahwa bertahannya tradisi pengumpulan batu karang tentu pula akan berdampak pada pertumbuhan penduduk yang ada di desa pulau ini. Akibat dari pertumbuhan penduduk itu sendiri tentu akan mempengaruhi kembali perluasan wilayah yang ada di pulau kecil ini sehingga tidaklah mengherankan jikalau seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang ada di Desa Pulau Bungin, seiring pula dengan geliat penduduk dalam mengembangkan atau memperluas wilayah mereka dengan tetap berpegang teguh pada suatu tardisi, yaitu “Tradisi Mengumpulkan Batu Karang”.

Keberhasilan pembangunan untuk masyarakat bukanlah hanya dilihat dari satu aspek saja, melainkan beberapa sektor yang harus telibat demi untuk mengembangkan wilayah atau kelompok masyarakat. Terkait dengan hal ini, laju pertumbuhan penduduk dan perluasan wilayah yang ada di Desa Pulau Bungin tentu merupakan pula suatu tantangan bagi warga setempat dalam mengembangkan diri di berbagai sektor.

Selain itu, dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya semua pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pembangunan terhadap masyarakat desa dipusatkan pada mereka. Hal inilah yang menjadi kekuatan bagi warga masyarakat Desa Pulau Bungin sehingga mampu berproses mengalami suatu perubahan sosial atau perekembangan di berbagai sektor kehidupan masyarakat.

Dari pengamatan yang ada, demikian juga dari data statistik yang ada di Kantor Desa Pulau Bungin bahwa seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan tempat tinggal bagi penduduk yang ada di pulau kecil ini, Desa Pulau Bungin sudah mencapai sekitar 8,5 (delapan koma lima) hektar. Kadir (59 th) yang selaku warga setempat mengakui bahwa faktor utama yang menyebabkan perluasan wilayah Pulau Bungin adalah bertahannya tradisi mengumpulkan batu karang dari laut. Demikian juga dari Sofyan (60 th) selaku mantan Kepala Desa Pulau Bungin mengatakan,“ Tradisi mengumpulkan batu karang dari laut merupakan suatu tradisi yang diwajibkan kepada warga penduduk yang ingin melangsungkan pernikahan dan ada niat untuk menetap di Pulau Bungin, dan setelah melangsungkan pernikahan barulah kemudian mendirikan rumah panggung khas Sulawesi Selatan”. Perlu juga dipahami bahwa bentuk bangunan rumah yang dibangun di pulau ini adalah mengikuti bentuk rumah adat khas bugis Sulawesi Selatan yang dibawah dari nenek moyang mereka, yaitu dari Sulawesi Selatan, dan juga menyesuaikan dengan kondisi dan letak geografis dari pulau tersebut.   

Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk di Pulau Bungin semakin mengalami peningkatan kuantitas. Sofyan menyampaikan bahwa jumlah penduduk yang ada di wilayah Pulau Bungin sudah mencapai kurang lebih dari 4.000 (empat ribu) jiwa, berarti suatu gambaran bahwa tidak adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan lokasi pemukiman di pulau ini. Namun mereka tetap mampu bertahan hidup dengan layak, bahkan mampu mengikuti arus informasi dan perkembangan teknologi.

Di sisi lain, suatu hal yang paling menguntungkan bagi penduduk yang ada di Desa Pulau Bungin yaitu ketika terbangunnya infrastruktur jalan lintas darat di atas laut, mereka mampu menjalin hubungan komunikasi dengan pihak luar dalam berbagai bidang sehingga mampu berdaya saing terhadap peningkatan ekonomi. Selain itu, rahim laut adalah sumber utama pada mata pencaharian mereka yang justru ditumbuh-kembangkan dengan menggunakan fasilitas teknologi modern, baik dalam hal peralatan penangkapan ikan maupun dalam sistem pemasaran. Hal ini pula yang membuat mereka untuk tetap bertahan hidup di desa pulau yang unik dan terpencill ini, bahkan mereka mampu meningkatkan perekonomian mereka.

JIka dikatakan bahwa ada hubungan harmonis antara perekonomian dengan pertumbuhan penduduk, ya memang benar. Dalam hal ini, tidaklah pula mengherankan jikalau di Desa Pulau Bungin, yang mana walaupun wilayahnya sangat kecil, akan tetapi mereka mampu bersaing dan berproses dan berpenghidupan dengan mengandalkan hasil pekerjaan mereka dari rahim laut sehingga mempengaruhi terjadinya proses biologis atau melangsungkan pernikahan hingga memiliki keturunan, yang tentu pula dapat mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk.

Di sisi lain, dapat pula dipahami bahwa pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh produktifitas suatu lahan. Terkait dengan ini yang mana Pulau Bungin memiliki rahim laut yang cukup produktif untuk dikelola, dan ini mempengaruhi penduduk setempat untuk bertahan hidup di di desa terpencil ini dengan mengandalkan rahim laut sebagai sumber mata pencaharian mereka.  Beberapa informasi dari warga masyarakat bahwa selain penduduk asli dari Pulau Bungin, sebagian juga dari pihak luar untuk meluangkan diri mencari nafkah di Desa Pulau Bungin. Namun dengan adanya penghasilan atau perekonomian yang mapan dari rahim laut, mereka melangsungkan pernikahan di desa pulau ini hingga memiliki keturunan, yang sudah barang tentu mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di Pulau Bungin, dan tentu pula mempengaruhi kekuatan tradisi pengumpulan batu karang dari laut sehingga pada bagian tepi laut selalu mengalami perluasan daratan.

Hal di atas disampaikan juga oleh Munandar (28 th) yaitu salah seorang warga masyarakat Desa Pulau Bungin bahwa kepadatan penduduk yang ada di Pulau Bungin disebabkan oleh maraknya kawin-mawin antara warga penduduk Pulau Bungin dengan penduduk luar. Rata- rata penduduk luar yang menikah dengan warga Pulau Bungin, entah itu pria atau wanita memiliki niat untuk menetap di pulau ini dengan suatu alasan bahwa tinggal di Pulau Bungin adalah memudahkan untuk bertahan hidup, sebab di sekitar Pulau Bungin memiliki kekayaan alam laut yang sudah semenjak dulu menjadi sumber mata pencaharian. Mereka pun juga beranggapan bahwa tinggal di Pulau Bungin berarti dekat dengan lokasi pencarian nafkah yaitu di laut atau bekerja sebagai nelayan.

Di sisi lain, Sofyan selaku mantan Kepala Desa Pulau Bungin, yang tentu banyak memahami kondisi warga masyarakat setempat menuturkan bahwa pada sekitar tahun 2002, luas Pulau Bungin sebesar 6,5 hektar dengan jumlah penduduk hanya 2.700 jiwa. Namun berdasarkan pendataan ulang pada tahun 2007, luas pulau ini mencapai 8,5 hektar dengan jumlah penduduk 3.126 jiwa. Hal ini tentu disebabkan oleh pertambahan penduduk dari luar dengan melalui proses perkawinan, dan tentu pula dipengaruhi oleh tingkat kelahiran bayi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses pengembangan wilayah atau munculnya DEsa Pulau Bungin yang ada di Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa yaitu diwali dengan ditemukannya gundukan pasir di atas permukaan laut, yang kemudian dihuni oleh seorang pelaut asal Bugis Selatan. Pelaut bugis Sulawesi Selatan tersebut mendirikan sebuah rumah panggung dan sebuah mushollah atau masjid kecil yang berukuran kecil, dan beberapa nelayan yang sering mendatangi tempat tersebut, yang pada akhirnya ada keinginan untuk betempat tinggal di kawasan tersebut dengan cara mengumpulkan batu karang yang lalu ditimbun di tepi pantai yang mana sebagai tempat pijakan untuk membangun sebuah rumah panggung.

Suatu alasan yang mendasari beberapa nelayan untuk bertempat tinggal di kawasan pulau kecil itu yaitu pertama karena mereka ingin dekat dengan tempat kerja mereka yaitu bekeja sebagai nelayan. Kedua adalah bahwa ketika salah seorang warga penduduk yang akan melangsungkan suatu pernikahan, mereka diwajibkan untuk mengumpulkan batu karang dengan tujuan untuk melakukan penimbunan di tepi pantai atau tepi laut yang mana akan sebagai tempat untuk berdirinya sebuah rumah panggung, yang tentu pula akan membina keluarga yang baru. Selain itu, setelah terjadinya kawin-mawin, yang mana tentu akan menyebabkan terjadinya laju pertumbhanenduduk, dan tentu akan berpengaruhi lagi pada suatu kebutuhan dasar berupa papan atau tempat tinggal. Karena tidak adanya lahan untuk membangun rumah baru di desa kecil ini, tepaksa akan kembali pada tradisi pengumpulan batu karang dari laut sehingga pulau ini selalu mengalami perluasan wilayah atau lahan. Selain itu, bahwa dengan berbondong-bondongnya pihak luar untuk hijarah atau menetap di desa kecil ini untuk mencari penghidupan dari rahim laut, dan mereka pun juga diberikan kesempatan untuk menetap di desa ini dengan melalui suatu perkawinan dengan penduduk asli (penduduk menetap) di pulau ini, tentu juga akan berdampak pada pertumbuhan penduduk dan berujung pada perluasan wilayah pada desa terpencil ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *