Ketua TP.PKK Provinsi NTB Hj. Niken Saptarini Widiyawati Zulkieflimansyah, SE., M. Sc., mengajak orang tua joki cilik di Bima, untuk membatasi buah hatinya menjadi joki pada pacuan kuda.
“Orang tua harus bergerak hatinya, untuk membatasi anak yang masih dibawah umur 10 misalnya untuk tidak menjadi joki,”kata Ketua ) TP. PKKB Provinsi NTB Hj. Niken Saptarini Widiyawati Zulkieflimansyah, pada program Kabar Bunda Niken (KBN) edisi khusus roadshow di Kabupaten Bima, dengan mengusung tema “Joki Cilik, secara off line dan hybrid, Selasa (24/5/2022) di Aula pendopo Bupati Dompu.
Memberikan edukasi dan pemahaman kepada keluarga baik anak maupun bapak sebagai kepala rumah tangga, agar mengutamakan pendidikan bagi masa depan anaknya
“Karena informasinya, saat lomba pacuan kuda, joki cilik ini tidak masuk sekolah,”sebut istri Gubernur NTB ini saat Memandu program acara Kabar Bunda Niken.
Persoalan lain yang dihadapi joki cilik saat pacuan adalah resiko kemungkinan terjadi kecelakaan. Termasuk bila ada transaksi taruhan, menurut para ahli merupakan bentuk eksploitasi terhadap anak.
Hal lain juga yang harus diperhatikan adalah ada 10 hak anak yang harus dijamin oleh semua pihak. Salah satunya adalah pendidikan dan kesehatan.
Diakuinya Joki cilik adalah masalah kompleks yang terjadi di NTB. Namun menurutnya harus ada perlindungan khusus terhadap anak sebagai joki cilik. “Walaupun Pacuan kuda sebagai tradisi dan budaya di Bima,”sebutnya.
Sedangkan Ketua TP. PKK Kabupaten Bima Hj. Rostiati Dahlan, S. Pd.,menambahkan bahwa sangat khawatir keberadaan joki cilik ini.
Menurutnya ada 3 hal yang harus diperhatikan mengenai persoalan joki cilik ini. Pertama terkait ekonomi, kedua pendidikan dan ketiga terkait hobi.
Kondisi ekonomi memaksa anak-anak ini menjadi joki cilik. Tergiur dengan bayaran yang hanya sedikit dibanding keselamatannya. Begitupun persoalan pendidikan, menjadi terbengkalai akibat anak tidak masuk sekolah. Tidak hanya itu, hobi turun temurun jadi faktor seorang anak berani menjadi joki.
“Disinilah peran orang tua untuk melarang anaknya menjadi joki karena masih terlalu kecil,”kata istri Wabup Bima.
Ditambahkan Kepala DP3AP2KB Kabupaten Bima, Nurdin, S.Sos, bahwa terkait joki cilik harus diatur khusus dengan regulasi.
“Misalnya joki colik harus diatas 10 tahun atau 15 tahun,”ucapnya.
Sementara itu, salahsatu pemerhati anak Kabupaten Bima, Rufidah mengatakan bahwa profesi joki cilik ini termasuk pegadian terhadap jiwa anak.
“Karena pengaruhnya dan akibatnya terhadap keamanan, pendidikan dan hak anak,”ujarnya
Maka, semua pihak harus ikut peduli terhadap bentuk eksploitasi anak ini. Baik itu orang tua joki, pemerintah, organisasi Pordasi kabupayen bima dan semua komponen masyarakat.
Solusi lain yang mengemuka pada acara tersebut disampaikan salahsatu anggota pengurus Pordasi Kabupaten Bima, Drs. Irfan. Ia bersama pengurus daerah maupun pusat terus mengatur regulasi tentang kategori pacuan kuda tradisional ini.
“Misalnya joki harus sesuai kelas dan ukuran kuda, memakai pengaman lengkap saat latihan maupun pertandingan dan diasuransi,”terangnya.
Study and Development Institue, Ir. Irwan salahsatu pemerhati anak NTB juga mengingatkan agar permasalahan joki cilik ini minimal harus diatur oleh regulasi.
“Minimal Perbup atau Pergub, untuk mengatur dan melindungi para joki cilik ini,”tambah Irwan.
Diakhir acara tersebut, Bunda Niken juga sempat berbicara dan ngobrol dengan orang tua joki cilik dan 4 anak yang berprofesi joki cilik.
Hadir pada kegiatan tersebut Camat dan ketua TP. PKK Kecamatan se Kabupaten Bima. (edy/opic/diskominfotikntb)