Munajat Cinta Santri untuk Negeri dari Lombok Utara untuk Bumi Nusantara

Ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional memiliki makna sendiri bagi segenap santri dan pondok pesantren di Indonesia. Penetapan yang dilakukan pada tahun 2015 lalu memberi kesan bahwa santri bukanlah sebuah komunitas yang bisa dipandang sebelah mata, melainkan mereka adalah salah satu elemen yang mampu menopang pembangunan dan peradaban bangsa.
Sejarah membuktikan bahwa kaum pesantren, sebut saja kiyai dan para santrinya memiliki andil yang cukup besar dalam menumpas kolonial di pelosok negeri. Gerilya yang dilakukan hingga banyak nyawa yang melayang saat melawan para penjajah menjadi sepucuk bukti bahwa saat itu kiyai dan segenap santrinya tak hanya diam dan tak berbuat apa-apa.
Sebut saja semisal KH. Raden As’ad Syamsul Arifin (1890-1990 M) Asembagus Situbondo, Jawa Timur yang pada tahun 2016 silam dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah tentu bukan keputusan yang tak berdasar. Akan tetapi, bukti sejarah perjuangan beliau menumpas penjajah di keresidenan Besuki seperti Jember, Lumajang, Bondowoso dan Situbondo amat sangat kuat. Begitu pula dengan TGKH. Zainuddin Abdul Madjid, salah satu ulama di tanah Sasak yang populer dengan sebutan Maulana Syaikh. Pemberian gelar pahlawan nasional kepada beliau pada tahun 2017 lalu tentu didasari oleh segenap bukti otentik yang menunjukkan bahwa beliau memiliki andil besar dalam mengusir segerombolan penjajah di tanah Lombok kala itu.
Pemberian gelar pahlawan kepada para kiyai atau ulama yang turut serta membebaskan bumi ibu pertiwi dari Kungkungan kolonialisme kala itu memang tak seberapa. Sebab, perjuangan yang telah dilakukan memerlukan pengorbanan yang besar sebagai gantinya. Akan tetapi, meneladani dan menapaktilasi sepak terjang perjuangan mereka menjadi poin terpenting bagi generasi selanjutnya.
Perjuangan kiyai dan santri untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah satu hal yang tak bisa dipungkiri. Sebab, pada tahun 1945 tepatnya dibulan Oktober, KH. Hasyim Asy’ari salah seorang ulama sangat berpengaruh di masa itu mendeklarasikan sebuah ultimatum untuk berperang melawan penjajah yang kemudian dikenal dengan istilah resolusi jihad. Maka tak heran, atas dasar bukti sejarah inilah pada tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai hari santri nasional, semata-mata untuk mengenang perjuangan kiyai dan santri untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah kala itu.
Dalam rangka memperingati hari santri, setiap daerah tampaknya memiliki cara yang berbeda-beda. Ada yang hanya melaksanakan upacara bendera karena mengikuti instruksi dari kementerian agama. Tetapi ada pula sebagian daerah yang mendesain kegiatan sebesar dan seunik mungkin supaya perayaan hari santri menjadi terkesan.
Dalam rangka memperingati hari santri nasional tahun ini, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lombok Utara melalui panitia pelaksana yang dibentuk mendesain sebuah kegiatan yang diberi nama Gebyar Hari Santri. Kegiatan yang dibentuk tersebut semata-mata untuk menyemarakkan perayaan hari santri tahun ini.
Kegiatan yang bertajuk Gebyar Hari Santri ini mengusung tema “Munajat Cinta Santri dari Lombok Utara untuk Negeri”. Adapun rangkaian dari kegiatan ini antara lain lomba mars Syubbanul Wathon yang dilaksanakan sejak tanggal 7 hingga 17 Oktober. Lomba mars ini diperuntukkan kepada para santri di seluruh pondok pesantren yang ada di Kabupaten Lombok Utara. Namun, meskipun perlombaan ini dibuka untuk umum, tetapi pondok pesantren yang mendaftarkan diri sebagai peserta lomba dan mengirim karya santri-santrinya terhitung sebanyak enam pesantren.
Walhasil, berdasarkan penilaian dewan juri yang digelar pada hari Rabu, 19 Oktober kemarin, dari enam pondok pesantren yang mengirim karya santrinya hanya tiga pondok pesantren yang berhasil masuk nominasi. Juara 1 diraih oleh santri dari pondok pesantren Al-Hikmah Pemenang, juara 2 diraih oleh santri pondok pesantren Al-Baqiyatus Sholeha Santong, dan juara ke 3 diraih oleh As-Saidiyah Sigar Penjalin.
Selain lomba mars Syubbanul Wathon, rangkaian dari kegiatan yang bertajuk Gebyar Hari Santri ini akan diselenggarakan pula kemah santri yang akan dilaksanakan pada tanggal 21 dan 22 Oktober. Masing-masing pondok pesantren di Kabupaten Lombok Utara diminta mengirim delegasi maksimal 10 peserta yang akan menginap di lokasi yang sudah disediakan. Dari daftar nama peserta yang menjadi delegasi, tercatat kurang lebih 300 santri siap hadir mengikuti kemah yang diadakan.
Malam hari tanggal 21 Oktober, tepatnya Jumat malam Sabtu menjadi malam yang amat panjang. Sebab di malam itu puncak acara dari kegiatan gebyar hari santri digelar. Pada malam puncak acara segenap santri dari berbagai pondok pesantren menampilkan aneka ragam performance. Tari wonderland Indonesia, hadroh, teatrikal yang bertajuk ‘Munajat Cinta Santri dari Lombok Utara untuk Negeri, musikalisasi puisi, pembacaan sumpah santri, tari saman, kasidah dan kesenian lainnya mewarnai malam Gebyar Hari Santri.
dapun sesi yang terpenting di malam itu adalah refleksi hari santri yang disampaikan langsung oleh DR. TGH. Lalu Muchsin Mukhtar, MA. Beliau adalah salah satu tokoh NU di kabupaten Lombok Utara. Saat ini, beliau diamanahi sebagai Syuriah. Selain sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, sehari-hari beliau mengurusi santri-santri yang ada di pondok pesantren Al-Hikmah Pemenang, pondok pesantren yang beliau rintis.
Pada sesi ini, sosok yang akrab disapa tuan guru Muchsin ini akan melihat dan membahas santri dahulu, kini, dan yang akan datang. Sesi ini tentu menjadi sangat penting karena perayaan hari santri tahun ini diinisiasi sebagai ruang pewacanaan bahwa santri bahwa santri adalah sebuah elemen yang memiliki peran besar untuk menopang pembangunan, peradaban, kemajuan bangsa dan negara dalam bingkai agama dan negara.
Dalam pemaparannya, salah satu Doktor alumni Al-Azhar Kairo, Mesir itu menjelaskan perihal tantangan dan peluang santri atau pun pondok pesantren dimasa yang akan datang. Menurut beliau, terdapat tiga tantangan besar pondok pesantren di masa yang akan datang, yaitu kaderisasi ulama, modernitas, dan masalah kebangsaan. Bagaimana pondok pesantren secara sistematis, terstruktur dan terus menerus bisa melahirkan para ulama dan cendekiawan di kalangan santri yang mampu memberikan warna yang baik bagi bangsa dan umat menjadi prioritas bagi pondok pesantren. Tentu ini tak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Kaitan dengan tantangan yang kedua, yakni modernitas pondok pesantren sebetulnya adalah sebuah ruang penyemaian modernitas. Setiap manusia baik itu kaum pesantren tak bisa menyembunyikan diri dari pengaruh modernisasi yang kian pesat. Oleh karenanya, keberadaan pondok pesantren sangat penting sebagai wadah untuk mengedukasi santri tentang hal tersebut sekaligus tak menghilangkan ajaran-ajaran para ulama terdahulu.
Kaitan dengan tantangan yang dihadapi pondok pesantren yang ketiga adalah persoalan kebangsaan. Beliau mengatakan dalam kesempatan itu, pada masa yang akan datang, kehidupan berbangsa dan bernegara kita akan dihadapkan pada pertarungan ideologis yang sangat luar biasa. Sehubungan dengan hal ini, para santri harus mengambil peran kepemimpinan dan menjadi garda terdepan dalam menguatkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut Muhammad Gozali, ketua panitia pelaksana peringatan Hari Santri Nasional tahun ini, kegiatan ini sengaja didesain sedemikian rupa agar santri dan segenap partisipan acara memiliki kesan yang berbeda dengan perayaan hari santri pada umumnya. Di samping itu, kegiatan yang diinisiasi dengan cukup unik dan memiliki ragam rangkaian ini agar supaya santri merasa tidak jenuh tinggal di pondok pesantren. Memberikan ruang kepada mereka untuk tampil dengan karyanya masing-masing akan memicu kepercayaan diri dari santri tersebut bahwa santri tak hanya bisa pidato, membaca kitab kuning, khotbah, dan lainnya, tetapi di ruang-ruang kesenian dan kebudayaan mereka memiliki bakat yang tak ternilai harganya.
Senada dengan itu, Feri Hardianto salah satu panitia pelaksana dalam kegiatan ini mengatakan: mengemas kegiatan ini seunik mungkin agar pada akhir acara nanti segenap santri memiliki kesan yang luar biasa hingga akhirnya mereka merindukan kedatangan perayaan hari santri selanjutnya.
Di Kabupaten Lombok Utara, perayaan hari santri nasional tahun ini dilaksanakan di pondok pesantren Al-Istiqomah Kapu Desa Samaguna, kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara yang diasuh oleh Ustaz H. Muhammad Hidayatullah, LC. Acara Gebyar Hari Santri yang mengusung tema “Munajat Cinta Santri dari Lombok Utara untuk Negeri” dimulai jam 20:00 wita dan selesai tepat pada jam 23:00 wita. Dalam kesempatan ini hadir pula ketua PCNU Lombok Utara dan segenap jajaran pengurus, pimpinan pondok pesantren se-kabupaten Lombok Utara dan pemerintah daerah. Keesokan harinya, di lokasi yang sama santri dan segenap undangan melaksanakan upacara bendera sekaligus penutupan kegiatan Gebyar Hari Santri. (M.Yakub – Warga KM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *