Semakin berkembanganya pemikiran, pandangan tentang kemiskinan telah banyak mengalami perubahan. Namun demikian, definisi tentang kemiskinan hampir tidak mengalami perubahan yaitu ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yang meliputi sandang, pangan dan papan. Kemiskinan merupakan kondisiyang serba kekurangan dan bukan merupakan kehendak dirinya, melainkan keterpaksaan karena ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari kekuatan sendiri. Berdasarkan kondisi, kemiskinan dibagi menjadi 4 yaitu :
- Kemiskinan Absolut, yaitu tingkat kemiskinan yang diukur berdasarkan kebutuhan hidup, yang dikonversi dalam 9 kebutuhan pokok dan menjadi ukuran garis kemiskinan. Pada setiap daerah nilai garis kemiskinan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi perekonomian daerah (inflasi, pertumbuhan, dan lain-lain) atau yang biasa disebut dengan PPP (Purchasing Power Parity). World Bank menetapkan 1$/hari untuk kemiskinan ekstrim dan 2$/hari untuk kemiskinan biasa.
- Kemiskinan Relatif, yaitu kemiskinan yang pengukurannya berdasarkan kondisi suatu wilayah. Pada suatu daerah yang merupakan kelompok sejahtera (kaya), pasti terdapat orang yang paling miskin diantaranya, meskipun secara absolut tidak berada di bawah garis kemiskinan.
- Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kebijakan yang kurang tepat sehingga menjadi unproductive atau biasa disebut dengan mengalami proses pemiskinan. Kebijakan pemerintah justru menjadikan masyarakat semakin miskin, dapat terjadi manakala terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. Pengalihan masyarakat nelayan untuk menjadi petani, akan menjadikan masyarakat tidak produktif karena keahliannya tidak sesuai.
- Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh budaya masyarakat, seperti perayaan besar-besaran, pesta-pesta, pesta budaya masyarakat yang sudah mengakar di lingkungan masyarakat. Karena sudah menjadi budaya masyarakat, maka masyarakat seringkali memaksakan diri untuk meelaksanakan ritual adat dengan biaya yang besar atau bahkan sampai berhutang.
- Kemiskinan Natural, yaitu kemiskinan yang disebabkan kondisi alam yang sangat terbatas. Namun demikian, banyak para ahli menolak adanya kemiskinan natural karena berprinsip tidak ada suatu negara atau daerah yang miskin secara alami tetapi disebabkan salah pengelolaan.
Kemiskinan yang digunakan Pemerintah, adalah standar kemiskinan absolut dengan menetapkan garis kemiskinan. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp498.996,-/kapita/bulan terdiri dari komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp374.441,- (75,04 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp124.555,- (24,96 persen). Data kemiskinan di NTB cenderung fluktuatif sebagaimana terlihat dalam tabel dan grafik.
Kemiskinan merupakan lingkaran setan (vicious circle) yang sulit diputus. Intervensi pemerintah yang diarahkan untuk memutus mata rantai kemiskinan, seringkali menimbulkan masalah baru yang harus diselesaikan juga. Kemiskinan bukanlah masalah yang sebenarnya, tetapi merupakan kondisi yang memaksa karena ketidakmampuan secara ekonomi. Masalah yang sebenarnya adalah penyebab dari kemiskinan itu sendiri.
Pembangunan UMK
Program pembangunan UMK merupakan salah satu alternatif pemecahan dalam mengatasi kemiskinan. Kemiskinan pada umumnya disebabkan oleh pendapatan yang rendah atau tidak memiliki pendapatan karena tidak mempunyai pekerjaan tetap. Jika kesempatan kerja sudah sulit dan tidak terbuka, maka kewirausahaan menjadi pilihan yang paling masuk akal. Beribu masyarakat mencoba keberuntungan untuk menjadi ASN namun penerimaan untuk menjadi ASN sangat sedikit. Oleh karena itu, membangun wirausaha dapat menjadi pilihan dalam menghasilkan pendapatan. Jika untuk membangun usaha diperlukan modal, ketrampilan, maupun pemasaran, Pemerintah telah memfasilitasi untuk pinjaman modal, bantuan alat (terbatas), diklat ketrampilan dan manajemen usaha, fasilitasi pemasaran melalui NTBMall, baik online maupun offline. Banyak contoh, masyarakat yang sebelumnya tidak mempunyai kemampuan, kini telah sukses menjadi wirausaha, bahkan menjadi sejahtera. Berdasarkan pengalaman dalam diklat yang diselenggarakan Balatkop UKM NTB, persoalan utama UMKM bukan pada hard skill seperti ketrampilan, permodalan, namun lebih banyak pada soft skill yang menyangkut motivasi, sikap pantang menyerah, keinginan untuk maju dan berkembang, dan lain-lain.
Jadi, salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan adalah membuka ruang bagi kewirausahaan yang seluas-luasnya serta memfasilitasi kebutuhan dalam berusaha. (Andi Pramaria – Widyaiswara Ahli Utama, Balatkop UKM NTB)