Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi kepulauan dengan dua pulau utama yaitu Lombok dan Sumbawa serta 378 pulau-pulau kecil (RPJMD 2018-2023). Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, NTB banyak menghadapi tantangan dan kendala dalam upaya mencapai kemajuan pembangunan ekonomi. Tahun 2018, telah terjadi cobaan berupa bencana alam gempa bumi yang meluluhlantakan bangunan di wilayah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa Barat Kondisi menempatkan pembangunan dalam tahap emergency (dalam keadaan darurat) yang memerlukan bantuan berbagai pihak.
Tahun 2019 memasuki tahap recovery (pemulihan), namun sejak bulan oktober 2019 diguncang oleh Covid 19 sampai dengan tahun 2022. Namun dengan tekad yang kuat pemerintah Provinsi NTB tetap bergerak untuk memajukan pertumbuhan ekonomi guna mengejar kesejahteraan masyarakat. Berbagai kebijakan telah diluncurkan guna membantu masyarakat yang bergerak dalam UMK sehingga dapat terus produktif. Paket JPS Gemilang yang merupakan bantuan bagi masyarakat terdampak Covid 19 berupa bahan pokok dan vitamin. Paket bantuan JPS Gemilang melibatkan 4.673 unit UMK sebagai penyedia, sehingga disamping memberi manfaat bagi masyarakat terdampak Covid 19, juga akan menggerakan UMK sebagai penyedia paket bantuan. Memasuki tahun 2023, Provinsi Nusa Tenggara Barat dihadapkan tantangan baru yang menyangkut kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Jumlah penduduk NTB tahun 2023 mencapai 5.560.287 Jiwa, terdiri dari Pulau Lombok 3.933.772 jiwa (70,75%), dengan kepadatan 837 Jiwa/Km2 dan Pulau Sumbawa 1.626.515 jiwa (29,25%), dengan kepadatan 105 jiwa/Km2. Hal ini menunjukan bahwa persebaran penduduk masih belum merata dan cenderung terpusat di Pulau Lombok. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,63% (2010-2020), memberi arti bahwa pertambahan jumkah penduduk akan masih terus bertambah. |
Kondisi Sosial dan Kependudukan
Penduduk usia kerja 4.028.850 jiwa dan yang bekerja 2.760.320 jiwa (68,51%) dan pengangguran 106.800 jiwa (0,25%), bukan Angkatan kerja 1.161.730 jiwa (28,84%). Penduduk usia kerja merupakan penduduk yang berusia 15-65 tahun, sedangkan penduduk yang bukan usia kerja adalah penduduk dengan usia <15 tahun dan >65 tahun. Tantangan utamanya adalah penduduk usia kerja yang tidak bekerja (106.800 jiwa) untuk didorong bekerja.
Dependency Ratio (rasio ketergantungan) penduduk NTB sudah mencapai 52,20% yang berarti sudah mencapai bonus demografi. Salah satu tanda pencapaian bonus demografi adalah jika DR sudah mencapai nilai 50% yang memberi arti bahwa perbandingan antara penduduk usia tidak produktif dibanding penduduk usia produktif mencaai dua kali lipat lebih atau dengan kata lain penduduk usia tidak produktif disangga oleh 2 atau lebih penduduk usia produktif. Tantangan utamanya adalah windows opportunity, artinya penduduk usia produktif harus mampu memanfaatkan jendela peluang yang terbuka sehingga dapat menjadi produktif dan tidak menjadi beban.
Kemiskinan penduduk NTB sangat fluktuatif karena efek berbagai bencana yang dialami dan masih dalam tahap pemulihan. Standar garis kemiskinan juga mengalami kenaikan yang didasarkan pada standar hidup minimum. Garis kemiskinan tahun 2022 mencapai Rp. 498. 996 kapita/bulan.
Kemiskinan penduduk sampai September 2022 mencapai 751.23 jiwa (13,85%). Berbagai upaya pemulihan ekonomi paska Covid 19 sudah banyak dilakukan pemerintah antara lain dengan kebijakan bela dan beli produk lokal dan pembentukan NTBMall untuk memfasilitasi pasar. Dengan mencintai produk lokal maka akan mendorong produksi dan menggerakan usaha UMK menjadi lebih tinggi.
Indek Gini merupakan ukuran kesenjangan pendapatan penduduk pada suatu wilayah mencapai 0,381 (termasuk sedang). Semakin kecil nilai indeks Gini maka pendapatan penduduk akan semakin lebih merata, demikian pula sebaliknya jika nilai Indeks Gini semakin mendekati angka 1, maka akan semakin terjadi disparitas pendapat antar penduduk yang semakin lebar. Tantangan utamanya adalah pemerataan pendapatan antar penduduk.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau biasa disebut Human Development Index (HDI) tahun 2023 mencapai nilai 72,37 (ranking 29 dari 34 provinsi). Meskipun peningkatan nilai IPM tertinggi di Indonesia yaitu 1, namun belum mampu mengangkat posisi IPM NTB dari ranking 29. IPM merupakan akumulasi dari nilai sektor Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Pendidikan diindikasikan oleh lamanya sekolah, Kesehatan diindikasikan oleh UHH (Umur Harapan Hidup), sedangkan ekonomi diindikasikan oleh daya beli yang diwakili oleh rata-rata PDRB perkapita. Nilai IPM akan memberi gambaran keberhasilan pembangunan suatu daerah, sehingga perlu diberikan perhatian lebih terhadap ketiga sektor pembangunan.
- Kondisi Ekonomi
Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat yang ditunjukan oleh PDRB NTB tahun 2022 dibentuk dari sektor tersier (45,48%), sektor primer (41,76%) dan sektor sekunder (12,76%). Sektor tersier yang terdiri sektor jasa sangat dipengaruhi oleh berkembangnya sektor pariwisata dengan event-event internasional dan nasional. Sebagai daerah wisata maka aktivitas wisatawan akan sangat berpengaruh pada perekonomian antara lain penginapan, restaurant, transportasi, dan lain-lain.
Sektor primer dipengaruhi potensi sumber daya alam yang tersedia di wilayah NTB (pertanian dan pertambangan). Potensi sumber daya alam tersebut sudah melekat dan sulit untuk diubah, sehingga sering menjadi julukan seperti daerah agraris, daerah pertambangan, daerah industri, dan lain-lain yang akan menjadi branding suatu daerah. Sektor sekunder dipengaruhi sektor industri pengolahan 3,76% dan sektor konstruksi 9,00%. Hal ini menunjukan bahwa produk-produk primer masih belum diolah sehingga meskipun produksi hasil pertanian mencapai 21,39% dalam pembentukan PDRB, demikian pula sektor pertambangan sebesar 20,37% sumbangannya terhadap PDRB namun belum memberi dampak terhadap sektor industri pengolahan.
Pertumbuhan ekonomi sangat fluktuatif dengan pertumbuhan -4,9% pada tahun 2018 karena adanya bencana alam berupa gempa bumi, dan -0,62 pada tahun 2020 karena adanya Covid 19. Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik mencapai 6,95%, yang berarti bahwa perekonomian sudah mulai berjalan normal.
Mengingat industri pengolahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan yang termasuk dalam industri besar (modal usaha >Rp 10 Milyar di luar tanah dan bangunan dan omzet mencapai >Rp 50 Milyar/tahun) masih sangat sedikit, maka dapat didukung UMKM yang mengolah hasil-hasil pertanian dalam arti luas, baik dalam bentuk olahan makanan, maupun kerajinan. Berkembangnya UMKM dalam jumlah yang banyak akan menghasilkan produk secara agregat juga banyak dan menggerakan usaha ekonomi yang lebih merata. Dapat dinyatakan pula bahwa berkembangnya UMKM lebih banyak padat karya serta memberi peluang yang lebih luas bagi masyarakat untuk berusaha. Sedangkan industri (terutama pertambangan) akan cenderung padat modal karena memerlukan teknologi tinggi dan peralatan yang mahal. Pendapatan yang diperoleh juga akan terpusat pada owner industri dan cenderung kurang merata.
UMK di NTB yang cenderung mampu bertahan dan berkembang sebagai pendukung pariwisata, paling tidak ada 5 golongan yaitu (1) olahan makanan, (2) produk tenun dan turunannya, (3) kerajinan mutiara laut, (4) fashion berbasis tenun dan batik Sasambo, dan (5) kerajinan ketak.