Oleh, Abu Ikbal
Jurnalisme dipopulerkan semenjak era digital, sebelum era digital istilah yang digunakan adalah warta atau reportase, tidak sembarang orang bisa menjadi wartawan atau reporter, seleksi yang ketat sebagai syarat sulit di tembus, sebab itulah wartawan atau reporter punya daya jual lebih tinggi dan tertier.
Reporter dan wartawan dikenal sebagai pribadi atau individu yang cerdas, jujur dan kommitment, cara kerja mereka dan konpetensinya merupakan bagian dari harga diri dan kredibilitas, melelangnya adalah aib yang harus dijauhi, di waspadai dan menjadi barometer dalam tindakan reportase, sehingga berita yang dihasilkan memiliki bobot dan Kualitas super.
Seiring bergesernya zaman, kebutuhan terhadap asupan informasi semakin tinggi, masyarakat kemudian mendirikan sekolah Jurnalistik, alumni sekolah Jurnalistik menjadi problem solving, bermunculan media. Media informasi yang menyajikan topik politik, kriminal, hukum hingga serba serbi.
Sajian informasi yang terbatas dan kamampuan jurnalisme yang langka berakibat pada mahalnya asupan informasi terpercaya, independent, dan berimbang.
Digitalisme dengan segala bentuk varian serta aplikasi pendukung yang semakin kaya dengan fitur fitur yang terus berkembang memberi kesempatan lahirnya citizen journalisme, citizen journalisme yang mudah di lakukan tanpa seleksi dan gratifikasi yang ketat menjadi problem hoax dan membanjirnya informasi yang tidak bertanggung jawab, setelah arus digitalisasi kian tak terbendung.
Maka solusi terakhir adalah Nabiisme, pemberitaan yang berkarakter Shiddiq, (jujur) tabligh (akurat/berimbamg) amanah (berimbang) fathanah (Tajam dan mendalam) serta mencerdaskan, bukan informasi yang hanya menang headline.